![]() |
Sidang dugaan korupsi proyek pembuatan Tanggul Sei Padang. |
MEDAN, KLIKMETRO - Proyek pembuatan Tanggul Sei Padang di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Tebing Tinggi ternyata banyak bermasalah sejak dimulainya pembangunan hingga proses pencairan dana.
Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan dalam perkara korupsi Rp123,5 juta terkait pekerjaan lanjutan Pembuatan Tanggul Sei Padang pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Tebingtinggi TA 2013, dengan terdakwa Poniran selaku PPTK dan Samsul selaku Wakil Direktur I CV Saftri, Senin sore (16/11/2020).
Ketua Majelis hakim Immanuel Tarigan sampai tercengang di persidangan yang beragendakan mendengar keterangan saksi. Pada persidangan itu, awalnya Majelis Hakim meminta keterangan kesakaian Nurdin mantan Kadis PU Tebing Tinggi, dan Heriyanto selaku Bendahara Pengeluaran dinas serta saksi Yusnaini Safitri selaku pemilik CV. Safitri yang perusahaannya dipinjam Ilhamsyah selaku kuasa direktur untuk dikonfrontir.
"Apakah saudara tahu mengapa dihadapkan sebagai saksi di persidangan ini,"tanya majelis hakim.
"Tahu pak hakim," jawab Nurdin. Lalu, Ketua Majelis Hakim meminta Nurdin yang merupakan mantan Kadis PU ini menceritakan permasalahan yang menyebabkan kedua terdakwa disidangkan.
Dalam keterangannya Nurdin mengatakan, bahwa di kantornya ada pelelangan pekerjaan pembuatan tanggul Sei Padang tahun anggaran 2013 dari Dana Alokasi Umum (DAU) senilai Rp 1,5 miliar.
Selanjutnya kata Nurdin, setelah berjalan tiga tahun pekerjaan, ditahun 2016 ada temuan pihak penyidik Kejaksaan Negeri ( Kejari) Kota Tebing Tinggi terkait adanya kekurangan volume pekerjaan.
Menurut Nurdin kalau itu, pada tahun 2016 dirinya sudah tidak menjabat lagi sebagai Kadis PU, namun tetap diperiksa dan diminta keterangannya oleh penyidik kejaksaan sebagai saksi terkait dengan proyek tersebut.
"Hasil penyidikan Samsul pelaksana pekerjaan dari CV Safitri dan Poniran sebagai PPTK menjadi tersangka. Kemudian sampai ke pengadilan ini,"ujar Nurdin.
Dari keterangan Nurdin lainnya juga terkuak fakta mencengangkan dan terungkap minimnya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) di Dinas PU, pasalnya petugas yang mengawasi pekerjaan diintimidasi dan adanya semacam pembiaran.
"Termasuk dalam pekerjaan Lanjutan Tanggul Sei Padang TA 2013. Tidak ada dibentuk Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan atau PHO,"bilangnya
Hakim ketua Immanuel Tarigan kembali bertanya, "bagaimana mungkin pihak pekerjaan memproses pencairan dana sebanyak 3 termin, sementara berdasarkan laporan tanpa melakukan pengawasan terhadap kemajuan pekerjaan. Tanpa ada jasa konsultan pengawas? ".
"Kalau saksi (mantan Kadis PU) apakah memberi tanggung jawab kepada terdakwa PPTK (Poniran) yang tanggung jawabnya double- double. Sementara saksi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tenang-tenang. Sedangkan Yusuf PPK sudah dihukum 1 tahun 4 bulan penjara. Seharusnya saksi juga duduk disini sebagai terdakwa, tapi itu wewenang kejaksaan apakah akan mereka proses saudara, " tanya Immanuel.
Seingat Nurdin dirinya ada bertanda tangan pada Surat Perintah Membayar (SPM) kepada bendahara terhadap ketiga termin progres pekerjaan. Namun proyek dimaksud diketahui bermasalah di tahun 2016, ketika pihak Kejari Tebingtinggi melayangkan surat pemanggilan. Katanya, ada kekurangan volume pekerjaan padahal telah dibayarkan 100 persen.
Keterangan Nurdin membuat hakim tercengang. Ditambah lagi keterangan saksi lainnya yang mengaku mendapat intimidasi.
Hal ini disampaikan saksi Muhammad Hajar alias Buyung selaku mantan Pembantu Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Mantan bawahan langsung terdakwa Poniran selaku PPTK mengaku sering diintimidasi baik eksternal maupun internal.
Saat ketemu pekerja di lapangan saksi akrab disapa Buyung itu kerap diintimidasi. "Badan Pak Buyung kecil. Nggak usah sok kali. Di sini dekat sungai," kata saksi menirukan ucapan pekerja di lapangan.
Saksi menambahkan, ada kekurangan volume tanah timbun (sesuai kontrak ketebalan 1 meter) dan telah dilaporkan kepada terdakwa Poniran. Termasuk kepada M Yusuf selaku PPK
Keterangan saksi Muhammad Fajar sempat membuat Majelis hakim, penasihat hukum (PH) kedua terdakwa, JPU dan pengunjung sidang tertawa saat dirinya menceritakan mendapat intimitasi.
Selanjutnya sidang dilanjutkan pekan depan dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.
Kejanggalan lainnya yang belum terungkap adalah tidak dihadirkannya saksi Iskandar di persidangan dengan alasan sakit. Menurut JPU yang bersangkutan sedang terkapar di rumahnya karena menderita penyakit Hepatitis B, populer disebut kaki gajah yang sudah kronis.
Poniran dan Samsul selaku Wakil Direktur CV Safitri masing-masing dijerat pidana memperkaya diri sendiri, orang lain maupun korporasi mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp123,5 juta yakni diancam Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 perubahan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (put)