Sidang ITE Ketua KAMI Ricuh, Hakim Ketua: Saudara Mau Bersidang Atau Tidak

Kamis, 11 Februari 2021 / 04.50

Khairi Amri (kanan) dan terdakwa lainnya Wahyu Rasasi Putri bersidang secara daring RTP Polda Sumut. Ft/ist

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Sidang perkara tindak pidana Informasi dan Transaksi (ITE) Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan dengan terdakwa Khairi Amri (46), berlangsung ricuh dan terkesan tak menghargai jalannya persidangan yang berlangsung di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (10/2/2021).

Pantauan awak media di persidangan, beberapa saat setelah majelis hakim duduk, tim penasihat hukum (PH) terdakwa dengan suara keras dan lantang langsung menyengat telinga majelis hakim diketuai Tengku Oyong karena mereka harus menunggu petugas di RTP Polda Sumut untuk menyiapkan prasarana persidangan secara daring.

Mendapat komplain tersebut, hakim ketua sebagai pengendali sidang lalu memberikan penjelasan bahwa persidangan belum dibuka dan meminta agar bersabar karena petugas IT di RTP Polda Sumut masih berusaha agar persidangan bisa terkoneksi ke ruangan persidangan.

Namun Tim PH dimotori Husni Thamrin Tanjung tetap tidak mampu menahan emosi dan kekesalannya karena mereka harus menunggu lama di ruangan sidang. Setelah majelis hakim memasuki ruang sidang ternyata suara (audio) dari ruang Cakra 2 PN Medan tidak bisa didengarkan kedua terdakwa di RTP polda Sumut. Mereka menyebutkan kedatangan mereka pengadilan bukan untuk duduk-duduk.

Keadaan makin tak nyaman saat salah seorang anggota tim PH dengan suara keras bertelepon di ruang sidang, lagi-lagi tampak seolah tak beretika dan tak menghargai jalannya persidangan.

Mengetahui hal itu Majelis hakim langsung menegurnya. "Saudara mau bersidang atau tidak? Ribuan perkara (tindak pidana-red) disidangkan secara telekonferens di pengadilan ini. Masalah (teknisnya-red) bukan di sini. Di RTP Polda. Kami juga harus memperhatikan rasa keadilan bagi yang lain. Tidak bisa begitu," timpal Tengku Oyong yang kemudian meminta agar tim JPU dari Kejari Medan terus melakukan koordinasi dengan petugas IT di RTP Polda Sumut.

Ronde Kedua

Setelah dikonfirmasi dan terdakwa Khairi Amri didampingi terdakwa Wahyu Rasasi Putri (28) lewat layar monitor daring menyatakan sudah bisa mendengar suara dari Cakra 2 PN Medan, tim PH terdakwa menyela hakim ketua agar memberikan penjelasan tentang desakan mereka pada persidangan perdana, pekan lalu.

Sebab mengacu Peraturan Mahkamah Agung (Per MA-RI) Nomor 4 Tahun 2020, majelis hakim ketika menggelar persidangan secara online (daring) harus melalui penetapan. 

Suasana saling  debat 'ronde kedua' pun tidak terelakkan. Menurut Tengku Oyong, penetapan majelis hakim dalam Per MA-RI tidak dijelaskan harus secara tertulis. Penetapan sidang secara online secara lisan sudah disampaikan pada persidangan lalu.

"Kamu baca itu (Per MA-RI No 4 Tahun 2020-red," timpal hakim anggota Jarihat Simarmata kepada salah seorang anggota tim PH terdakwa yang mendatangi meja majelis hakim. Hakim ketua pun mempersilakan tim JPU dari Kejari Medan dimotori Nur Ainun Siregar membacakan dakwaan terhadap kedua terdakwa. 

Pembacaan Dakwaan

Dalam sidang dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arief Susanto, Umriani dan Nur Ainun menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada hari Kamis tanggal 08 Oktober 2020 pada saat demo penolakan UU Omnibus law di Medan, tepatnya di Kantor DPRD Sumut.

“Turut dalam aksi unjuk rasa tersebut yang semula berjalan dengan tertib dan damai pada akhirnya situasi memanas dan aparat kepolisian yang bertugas mengamankan pelaksanaan aksi unjuk rasa selalu menghimbau agar peserta aksi unjuk rasa dapat melaksanakan aksinya dengan tertib dan damai namun himbauan tersebut tidak diindahkan oleh para peserta aksi unjuk rasa hingga terjadi aksi pelemparan batu dari para peserta unjuk rasa kearah gedung kantor DPRD SUMUT maupun ke arah petugas kepolisian yang berjaga-jaga,” jelas Jaksa di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Tengku Oyong.

Dilanjutkan Jaksa, terdakwa yang berada di tengah-tengan massa peserta unjuk rasa dengan suara lantang dan keras telah meneriakkan kata/kalimat, “LEMPARI POLISI, ANJING POLISI, DPR PENGKHIANAT RAKYAT, TOLAK OMNIBUS LAW !” dimana Terdakwa telah menyadari sepenuhnya bahwa teriakan tersebut bersifat provokatif agar massa pengunjuk rasa disekitarnya melakukan pelemparan kepada petugas kepolisian dan menebarkan kebencian terhadap anggota DPR.

“Hingga akhirnya beberapa orang massa yang berada disekitar Terdakwa Ir.KHAIRI AMRI telah melakukan pelemparan batu secara berulang-ulang kearah petugas kepolisian maupun kantor DPRD SUMUT dan karena situasi yang semakin ricuh tersebut telah membuat petugas Kepolisian yang berjaga di sekitar lokasi unjuk rasa melakukan tindakan tegas dengan melepaskan tembakan gas air mata dan menembakkan air dari mobil watercanon,” kata Jaksa.

Sehingga massa, lanjut Jaksa, pengunjuk rasa termasuk Terdakwa membubarkan diri dan atas terjadinya kericuhan dalam aksi unjuk rasa tersebut yakni akibat pelemparan batu dari massa aksi unjuk rasa adalah terjadi kerusakan gedung kantor DPRD dan luka-luka petugas kepolisian dan bahkan saat massa aksi unjuk rasa membubarkan diri dan melintas di Jalan Sekip Simpang Jl. Mangaan Kota Medan telah melakukan pengrusakan dan pembakaran 1(satu) unit mobil Nissan Terrano warna silver No. Pol 271-II milik RS Bhayangkara Tk. II Medan.

Lebih lanjut dijelaskan Jaksa, bahwa pada hari Jumat tanggal 09 Oktober 2020, Terdakwa mengetahui bahwa aksi unjuk rasa akan kembali dilakukan di kantor DPRD SUMUT dan Terdakwa kembali berencana untuk ikut dalam aksi unjuk rasa dan selaku inisiator pembentuk komunitas KAMI MEDAN melalui group whatsapp “KAMI MEDAN” dimana Terdakwa Ir.KHAIRI AMRI bertindak sebagai Admin grup.

“Dan menuliskan pesan yang dikirimkan ke dalam grup whatsapp tersebut dengan jumlah keanggotaan sekitar 70 orang untuk memfasilitasi penyaluran bantuan logistik kepada mahasiswa peserta aksi unjuk rasa dengan memuat kalimat yang berisi ajakan untuk dapat mendonasikan kebutuhan logistik bagi peserta aksi unjuk rasa dan menggalang dana untuk kepentingan logistik peserta unjuk rasa dengan menyediakan rekening penampungan,” kata Jaksa.

Atas perbuatannya, terdakwa disangkakan dengan Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 160 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara pantauan awak media, didalam dan diluar gedung PN Medan tampak satu truk Korps Sabhara Polrestabes Medan terparkir dan beberapa aparat kepolisian berpakaian dinas juga tampak berjaga-jaga di depan pintu ruang sidang. (put)

Komentar Anda

Terkini