Surati Menteri LHK, Warga Sukamaju Tolak Hutan Adat Puncak 2000 Siosar Dikelola Pengusaha

Selasa, 21 September 2021 / 20.09

Warga, BPD dan Kepala Desa Sukamaju menyurati Kementrian LHK untuk mencegah tanah adat diberikan kepada pengusaha.

KARO, KLIKMETRO.COM - Mencegah tanah adat warga Sukamaju tidak diberikan kepada pengusaha, karena warga desa berhak memiliki tanah ulayat yang sebelumnya dipinjam pakai oleh pemerintah, untuk mencegah adanya proses permohonan perizinan atau Hak Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi yang merupakan Hutan Adat Desa Sukamaju di Puncak 2000 Siosar, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Masyarakat desa, Badan Permusyawatan Desa (BPD) bersama Kepala Desa Sukamaju didampingi Penasehat Hukum DPC Projo Kabupaten Karo Imanuel Elihu Tarigan SH menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesi Siti Nurbaya dan ditembuskan kepada Presiden RI, Deputi II Kantor Staf Presiden, Dinas Kehutanan Provinsi Sumut dan Kepala KHP XV Kabanjahe.

Tokoh masyarakat Desa Sukamaju, Simon Ginting saat diwawancarai awak media di Kabanjahe, Selasa (21/9/2021), menjelaskan bahwa pasca penangkapan alat berat jenis Buldozder, pada 12 Maret 2021 lalu Gakkum Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara yang sedang bekerja di dalam Kawasan Hutan Produksi, sampai saat ini belum ditetapkan tersangkanya. 

"Hal ini membuat adanya dugaan kami bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara sedang mencari celah untuk melindungi dan meloloskan pelaku dari jerat hukum. Salah satunya mungkin dengan cara memberikan izin atau hak pengelolaan kepada terduga pelaku dengan berbagai cara misalnya membuat data–data yang direkayasa, sehingga terduga pelaku seolah–olah sudah memiliki usaha dan berinvestasi didalam Kawasan Hutan Produksi tersebut," ujar Simon Ginting.

Dalam surat tersebut, pihaknya menyampaikan kepada Menteri LHK bahwa hutan produksi tersebut adalah hutan adat Desa Sukamaju yang pernah dipinjam oleh Dinas Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Karo untuk reboisasi (penanaman pohon Pinus) pada tahun 1975 sampai dengan tahun 2005.

Kemudian telah ditebang dan dibuka pada zaman Bupati Karo Sinar Perangin–Angin untuk program pertanian yang diberi nama Karo Agrosistem. Pada tahun 2005, setelah jabatan Bupati Karo Sinar Perangin–Angin berakhir, areal yang sudah terbuka tersebut kembali ditelantarkan. 

"Sehingga masyarakat Desa Sukamaju mengelola dan mengusahai areal Kawasan Hutan Produksi tersebut untuk bercocok tanam, karena keterbatasan areal pertanian masyarakat di kawasan APL (kawasan bukan Hutan) untuk keberlangsungan hidup warga,” jelasnya.

Sampai saat ini, tidak pernah ada pihak–pihak lain yang mengusahai/mengelola areal kawasan hutan produksi tersebut. "Apalagi kalau ada yang mengaku–ngaku sudah berinvestasi dan memiliki aset didalamnya, Itu tidak benar,” tambah Juda Sembiring, Ketua Karang Taruna Desa Sukamaju.

"Kami mendapat informasi bahwa ada perusahaan yang bernama PT. BUK diduga sedang bermohon ke Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, mengajukan izin atau Hak Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi yang merupakan Hutan Adat Desa Sukamaju,"bilang Juda.

Wait Better Ginting, Anggota Badan Pemusyawaratan Desa ((BPD) Sukamaju menambahkan, dalam surat yang disampaikan ke Kementrian LKH, disebutkan warga desa sangat keberatan karena sebagai pemilik Hutan Adat Desa Sukamaju sudah kekurangan areal pertanian untuk bercocok tanam demi keberlangsungan hidup.

"Kami tau bahwa Direktur PT BUK adalah pengusaha besar di Kota Medan, sehingga biasanya pengusaha besar seperti itu sangat mudah untuk mengurus perizinan. Namun, sesuai dengan amanat UUD 1945, bahwa segala kekayaan negara dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat banyak, bukan kepada seorang pengusaha (individu),” tegasnya. (erwin)

Komentar Anda

Terkini