![]() |
Ketua PPNI Sumut Mahsur Al Hazkiyani beraama penasehat hukum DR Redyanto Sidi.(f-ist) |
MEDAN, KLIKMETRO.COM - Sidang kasus penganiayaan seorang perawat yang bertugas di RSU FL Tobing Sibolga, pekan ini memasuki tuntutan jaksa.
Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Sumatera Utara Mahsur Al Hazkiyani berharap perawat yang juga anggota PPNI, Novi Imran yang menjadi korban pegeroyokan mendapatkan keadilan.
Ia mengaku kecewa karena persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Sibolga di Kecamatan Sarudik Tapanuli Tengah ini terdakwa yang dihadirkan cuma satu orang saja.
"Padahal berdasarkan keterangan sesama rekan perawat, aksi pengeroyokan dilakukan sekitar 5 orang, namun dipersidangan dinyatakan terdakwa hanya 1 orang. Dan pekan ini sidangnya memasuki tahap tuntutan jaksa," ungkapnya kepada wartawan, Senin (25/4/2022).
Mahsur Al Hazkiyani berharap jaksa memberikan tuntutan semaksimal mungkin sesuai dengan fakta-fakta di persidangan.
"Kami minta majelis hakim dapat memberikan pertimbangan atas apa yang disampaikan dalam fakta-fakta dipersidangan agar nantinya dapat keadilan bagi perawat yang dianiya", ujarnya.
Perawat adalah organisasi profesi yang mulia yang hadir untuk melayani masyarakat tapi setelah melakukan pelayanan tidak sepantasnya masyarakat melakukan pengeroyokan kepada perawat. Tidak semua orang bersedia melaksanakan pekerjaan penanggulangan covid-19 terutama dipemulasaran zenajah karena perawat tugasnya bukan diruang zenajah. Tapi karena kebutuhan untuk pengendalian infeksi dan berbagai hal yang dibutuhkan dipemulasaran tersebut sesuai dengan prokes sehingga perawat juga dibutuhkan diruang pemulasaran zenajah. Begitupun untuk memberikan pelayanan perawat tetap patuh dan tunduk pada aturan.
Dia berharap masyarakat bisa memahami betapa beratnya tugas seorang perawat terutama di masa pandemi Covid-19 ini.
"Tolong rawat kami agar kami dapat merawat masyarakat di Sumatera Utara ini", ucapnya.
Sementara, DR Redyanto Sidi, SH, MH selaku kuasa hukum korban juga menyampaikan harapannya kepada jaksa penuntut umum. Jaksa adalah perwakilan dan perpanjangan tangan representatif dari korban sehingga berdasarkan fakta dipersidangan dan berdasarkan keterangan korban dan para saksi sudah selayaknya jaksa itu mendengarkan suara dari peristiwa hukum yang sebenarnya.
"Kami berharap dengan konkrit jaksa harus melakukan penuntutan dengan pasal yang bukan hanya dengan pasal penganiayaan biasa tapi sesuai fakta penganiayaan yang dilakukan secara berasama-sama. Idealnya jaksa itu harus melakukan pengembangan begitupun majelis hakim harus mendengarkan dan menggunakan kewenangannya untuk memeriksa orang-orang yang terlibat", kata Redyanto.
Harapannya, tuntutan ini bukan hanya kepada Pasal 351 sebagaimana dakwaan jaksa tapi harus menambahkan Pasal 170 sekalipun belum terdapat pelaku lainnya tapi faktanya sudah menjelaskan bahwa peristiwa ini adalah pengeroyokan. Sehingga patut dan wajar Pasal 170 terdapat dalam tuntutan jaksa yaitu penganiayaan secara bersama-sama.
Begitu juga harapannya kepada majelis hakim agar dapat memerintahkan kepada jaksa untuk memanggil siapapun yang berkaitan dengan peristiwa pidana terutama dalam kasus kliennya Novi Imran.
Terhadap tuntutan yang akan dibacakan oleh jaksa, menurutnya hakim tidak terikat dengan hal itu. Karena berdasarkan Pasal 184 KUHP, hakim dapat memutuskan suatu perkara berdasarkan alat bukti yang sah dan dia meyakini bahwa alat bukti itu digunakan oleh terdakwa ketika melakukan peristiwa pidananya.
"Kami menilai peristiwa itu dilakukan secara bersama-sama, sehingga hakim sangat layak membuat penilaian pertimbangan hukum sendiri untuk bisa memutuskan perkara ini diputuskan dengan penganiayaan secara bersama-sama,"pungkasnya.(mar)