MHKI Sumut Ingin Masyarakat Melek Hukum, Bedakan Pidana Umum dan Pidana Kesehatan

Kamis, 21 April 2022 / 22.30

MHKI Sumut berkomitmen mencerdaskan masyarakat dengan memberikan edukasi hukum terkait kesehatan.(f-maria/klikmetro)

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Sumatera Utara menginginkan masyarakat lebih memahami lagi permasalahan hukum, khususnya hukum kesehatan atau hukum medik.

Bertujuan untuk memberikan edukasi dan mencerdaskan masyarakat, MHKI Sumut menggelar rapat kerja silaturahmi sekaligus buka puasa bersama, Kamis (21/4/2022), di Hotel Madani, Medan.

Pada raker yang dipimpin Ketua DPW MHKI Sumut Dr. dr. Beni Satria MKes, SH, C.Med(Kes), masing-masing bidang menyampaikan program kerja agar tujuan mencerdaskan masyarakat dengan memberikan edukasi terkait hukum kesehatan dapat tersampaikan.

Seperti bidang diklat yang merencanakan kegiatan seminar memperkenalkan hukum kesehatan maupun MHKI kepada mahasiswa, organisasi kesehatan dan lainnya. Dalam hal ini, diperlukan juga peran mediator.

"Selama ini persoalan-persoalan yang menyangkut kesehatan selalu dimasukkan ke pidana umum, padahal ada pidana kesehatan. Sementara dalam permasalahan ini, kan ada kesepakatan antara pasien dan petugas medis maupun dokter. Sebelum kita ke dokter, ada penjelasan medis yang disebut dengan informed consent, yakni penyampaian informasi dari dokter atau perawat kepada pasien sebelum suatu tindakan medis dilakukan. Tidak mungkin seorang dokter melakukan tindakan medis tanpa persetujuan. Semisal mau diinfus, ini contoh kecil aja. Kan permisi dulu sama yang bersangkutan. Kita berharap melalui organisasi MHKI, masyarakat dapat mengetahui serta membedakan pidana umum dan pidana kesehatan. Masyarakat harus diberi edukasi,"ujar Beni Satria kepada wartawan, usai kegiatan raker.

Didampingi Sekretaris MHKI Sumut Dr Redyanto Sidi SH MH dan Ketua DPW PPNI Provinsi Sumut Mahsur Al Hazkiyani, Beni menjelaskan, motto 'MHKI Sumut Cerdaskan masyarakat, Tegakkan Keadilan', diharapkan masyarakat lebih cerdas mengetahui permasalahan hukum kesehatan dan memperoleh keadilan.

"Perlindungan untuk rumah sakit dan tenaga kesehatan itu adanya di standar prosedur operasional. Selama kita sudah melakukannya sesuai standar, apapun itu hasilnya menjadi domain kita. Ini perlindungan menyeluruh, tak hanya untuk tenaga kesehatan saja, tapi juga untuk masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan. Masyarakat jika ditangani dengan pelayanan standar, tentu akan mendapat keadilan. Bagaimana? Proses pembuktiannya ada di standar tadi. Semua profesi pasti punya standar, perawat punya standar, dokter juga punya standar yang kita sebut dengan standar profesi, standar etik dan standar prosedur,"jelasnya.

Menyoal perbedaan pidana umum dan pidana kesehatan, Beni menyebutkan pidana umum tidak melihat azas kausalitas, yakni hubungan sebab akibat. "Jadi contohnya menyebabkan matinya orang. Jika seorang sopir menabrak orang karena mengantuk, itu karena kelalaian. Tapi jika perawat maupun dokter ada pasien yang dirawat meninggal, ini kan harus dicari tahu. Ini bukan faktor kelalaian, jadi harus dicari tahu betul. Itulah bedanya pidana umum dan pidana kesehatan,"ujar Beni.

Dia menambahkan, hal ini yang akan diedukasi ke masyarakat. Setiap ada kasus yang berhubungan dengan kesehatan, pendekatannya itu bukan pendekatan pidana KUHP, tapi pendekatan mediasi. 

"Itu sudah jelas tertera dalam UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan. Pada pasal 24 juga jelas menyebutkan apabila ada sengketa medik maka harus diselesaikan secara mediasi. Untuk pidana kesehatan, harus ada azas klausitas hubungan sebab akibat. Inilah yang menjadi PR kita, agar pesan ini tersampaikan ke masyarakat luas. Kita ingin mencerdaskan masyarakat. Setiap ada kasus sengketa kesehatan maupun sengketa medik, diperlukan mediasi,"imbuhnya.(mar)

Komentar Anda

Terkini