DR Badikenita Sitepu Tak Gentar Bersaing Dengan 3 Incumbent DPD RI

Rabu, 11 Juli 2018 / 23.30
DR Badikenita Br Sitepu menyerahkan dokumen syarat calon DPD RI yang diterima Komisioner KPU Sumut Benget Silitonga didampingi Kasubag Teknis dan Humas, Harry Dharma Putra di Kantor KPU Sumut, Rabu (11/7/2018).
MEDAN, KMC -  Meski pernah menelan 'pil pahit' atas kekalahannya saat merebut kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 lalu, namun DR Badikenita Sitepu SE MSi tak gentar bertarung memperebutkan kursi yang sama untuk periode 2019-2024.

Bahkan dosen Fakultas Ekonomi USU dan Swiss German University ini siap bersaing memperebutkan suara dengan 3 incumbent yang ikut mencalonkan diri lagi. Yakni, Prof Dr Damayanti Lubis, Dedi Iskandar Batubara dan Parlindungan Purba.

"Saya yakin akan mengumpulkan suara terbanyak. Kekalahan dulu jadi pembelajaran untuk evaluasi diri,"ujar Badikenita pada wartawan usai menyerahkan dokumen syarat calon sebagaimana diatur di PKPU No. 14/2018 tentang pencalonan anggota DPD ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, Rabu (11/7/2018).

Di pileg 2014 lalu, Badikenita menempati urutan tertinggi kelima dari 4 kursi DPD RI yang diperebutkan. Lumbung suara tertinggi diperolehnya dari Tanah Karo, Dairi, Pakpak Bharat dan Langkat.

Sementara urutan pertama diperoleh Darmayanti Lubis, kedua Drs Rijal Sirait, ketiga Parlindungan Purba dan ke empat Dedi Iskandar Batubara.

Menyoal penahanan Rijal Sirait oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus tindak pidana korupsi suap kepada DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019, otomatis posisi Rijal digantikan Badikenita setelah dilakukan Pergantian Antar Waktu (PAW). Wanita berkulit putih ini tak mau  berkomentar banyak.

"Ketika itu sudah menjadi hak saya, akan saya jalankan. Di saat beliau (Rijal) mengundurkan diri, harusnya segera diproses karena tidak boleh ada kekosongan dalam pemerintahan. Tapi semuanya terserah saja,"ujarnya sembari tersenyum.

Belajar dari kekalahan sebelumnya, wanita cantik kelahiran Kabanjahe 27 Juni 1975 ini mengaku sudah mempersiapkan taktik baru untuk mengumpulkan suara pemilih. Bahkan menargetkan akan meraih 600.000 suara.
"Saya yakin akan meraih 600.000 suara. Saya bukan mengejar materi, jujur saja gaji saya lebih banyak dari anggota DPD. Tapi karena saya ingin berbuat lebih banyak untuk Sumut. Sangat disayangkan selama 5 tahun ini tak dijalankan peran yang sudah diamanahkan rakyat,"ujar pengusaha yang menjabat komisaris di beberapa perusahaan ini.

Dia mencontohkan, musibah Gunung Sinabung di Tanah Karo. Bencana ini merupakan terlama di Sumut dimana awal erupsi dari tahun 2010 dan hingga kini masih menyemburkan lahar.

"Persoalan relokasi warga korban Gunung Sinabung sebenarnya masalah kecil, tapi sepertinya dipersulit dan dibiarkan berlarut-larut. Wakil rakyat itu gunanya mensinkronisasi antara pejabat daerah. Sayang sekali waktu lima tahun yang diamanahkan rakyat, malah tak berbuat apa-apa," katanya mengkritisi.

Merasa tak banyak perubahan yang dilakukan para senator asal Sumut, Badikenita pun bertekad memajukan dirinya menuju Senayan agar kinerja perwakilan Sumut benar-benar nyata dan bermanfaat bagi masyarakat.

"DPD itu punya fungsi, bukan jemput bola dulu baru bekerja. Banyak masalah di Sumut yang harus dibenahi. Kita lihat dari tahun ke tahun, APBD terus meningkat, tapi tak sesuai dengan hasil di lapangan. Karena itu, saya yakin maju lagi dan optimis memperoleh suara untuk DPD RI," katanya optimis.

Untuk diketahui, selain Badikenita ada 18 orang sudah mendaftar calon anggota DPD RI asal Sumut. Yakni, Parlindungan Purba, Dedi Iskandar Batubara, Sutan Erwin Sihombing, Ali Yakub Matondang, Raidir Sigalinging, Willem TP Simarmata, Faisal Amri, Dadang Darmawan.

Kemudian Abdul Hakim Siagian, Abdillah, Damayanti Lubis, Tolopan Silitonga, Sultoni Tri Kusuma, Syamsul Hilal, Muhammad Nuh, Solahuddin Nasution, Marnix Sahata Hutabarat, dan M Nursyam.
Seleksi administrasi pendaftaran akan dilakukan KPU Sumut pada 12-18 Juli 2018 mendatang. (mar)
Komentar Anda

Terkini