2 Pejabat PPKAD Labusel Divonis 1 Tahun, Majelis Hakim Tidak Sependapat Dengan JPU

Jumat, 04 Desember 2020 / 22.13

Sidang terdakwa 2 Pejabat PPKAD Labusel di Pengadilan Tipikor PN Medan.

MEDAN, KLIKMETRO - Mantan Plt Kadis PPKD Labusel Marahalim Harahap dan Kabid Pendapatan Salateli Laoliter terdakwa perkara Dana Bagi Hasil PBB Kab Labusel divonis majelis hakim Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan masing-masing selama 1 tahun dan denda  Rp50 juta.

Dalam amar putusannya Majelis hakim yang diketuai Syafril Batubara, Jumat (4/12/2020) petang menjelang malam yang bersidang  di Cakra 2 menyatakan menyatakan tidak sependapat dengan dakwaan tim JPU dari Kejatisu.

Menurut majelis hakim bahwa dalam perkara ini unsur secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  jo Pasal 55 ayat (1) ke-1   KUHPidana, tidak terbukti.

Untuk itu majelis hakim menyatakan, melepaskan kedua terdakwa yakni mantan Plt Kadis Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) Marahalim Harahap dan Kabid Pendapatan Salateli Laoli dari dakwaan primair.

Namun majelis hakim berkeyakinan unsur pidana dakwaan subsidair, Pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, telah terbukti.

Kedua terdakwa masing-masing divonis pidana 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta, dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan 2 bulan.

Vonis majelis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yakni 3 tahun. Sebab JPU dimotori Hendri Sipahutar sebelumnya menuntut kedua terdakwa agar dipidana masing-masing 1 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair 3 bulan kurungan.

"Baik JPU maupun penasihat hukum sebaiknya mempergunakan haknya," pungkas Syafril beberapa saat sebelum mengetuk palu.

Usai persidangan JPU Hendri Sipahutar maupun ketua tim PH kedua terdakwa, Pris Madani saat dikonfirmasi awak media menyatakan pikir-pikir. Apakah menerima atau melakukan upaya hukum banding atas vonis yang baru dibacakan majelis hakim.

Pris Madani mengatakan menghormati sekaligus rada menyesalkan putusan majelis hakim karena tidak mempertimbangkan pledoi mereka. Sebab dalam perkara penggunaan upah pungut Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB) sektor perkebunan di Kabupaten Labura, kata Pris Madani, rujukannya adalah Pasal 4 Kep Menkeu No 1007 Tahun 2000 yang sumber hukumnya  Pasal 14 UU No 12 Tahun 1983 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Demikian seterusnya dengan diterbitkannya Peraturan Bupati Labusel No 84 C Tahun 2011 dan No 42 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tara Cara Penggunaan Biaya Pemungutan Biaya PBB juga berdasarkan rujukan Pasal 4 Kep Menkeu No 1007 Tahun 2000.

"Memang Pemerintahan Daerah (Pemda) tidak dilimpahkan kewenangan untuk melakukan penagihan. Sebab dalam penjelasan (Kepmenkeu, red) disebutkan hanya sebagai pemungut pajak," urainya.

Di bagian lain majelis hakim tidak mempertimbangkan kesimpulan (BPK Perwakilan Sumut, red) tentang pemborosan. Majelis hakim menilai dana dari Pemerintah Pusat tersebut dibagi-bagikan kepada kedua kliennya seterusnya kepada beberapa pejabat dan Dinas PPKAD Kabupaten Labusel terkesan diperbolehkan namun harus sampai ke unsur pejabat di kecamatan, desa dan perangkatnya.

Sebab hal itu juga yang dimaksud oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut pada kesimpulannya yakni pemborosan. Perkara diberikannya insentif kepada beberapa pejabat dan Dinas PPKAD Kabupaten Labusel pada 2013, 2014 dan 2015 bukanlah perbuatan tindak pidana korupsi, pungkas Pris Madani.

Sementara sumber lainnya menyebutkan, kedua terdakwa kemungkinan akan terus melakukan upaya hukum sampai kasasi ke Mahkamah Agung (MA-RI).

Sebab dalam perkara tersebut diyakini tidak ditemukan indikasi korupsi dan jauh sebelum BPK Perwakilan Sumut melakukan audit, uang insentif DBH PBB sektor perkebunan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp1,9 miliar telah dikembalikan (193 jari sebelum aidit BPK perwakilqn Sumut, red) bukan karena desakan penyidik Polda Sumut maupun Kejati Sumut. Namun atas itikad baik kedua terdakwa. (put)

Komentar Anda

Terkini