Ahli Epidemiologi: Putus Rantai Penularan Virus COVID-19 dengan Vaksinasi, Jangan Malah Jadi Sumber Penularan

Kamis, 14 Januari 2021 / 15.48

Ilustrasi.

JAKARTA, KLIKMETRO.COM - Pemerintah Indonesia telah melaksanakan proses perdana dari

program vaksinasi bertahap dengan Presiden Joko Widodo, sebagai orang pertama di Indonesia

yang mendapat suntikan vaksin Sinovac pada pukul 09:42 WIB di Istana Negara, Jakarta Pusat.

Menyusul Presiden Joko Widodo, sejumlah pejabat negara dan tokoh masyarakat juga turut serta

menerima vaksin pada hari ini, di antaranya Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Ketua

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Daeng M. Faqih, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Idham

Azis, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan, dan Rais

Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin.

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Dr. dr. Hariadi Wibisono, proses

vaksinasi perdana yang disiarkan secara langsung tersebut merupakan cara yang baik untuk

meyakinkan masyarakat akan keamanan vaksin yang digunakan.

“Ini adalah suatu momen yang sangat penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah

tidak akan memberikan sesuatu yang bernilai mudharat ke masyarakat. Dengan menerima vaksin

COVID-19 lebih dulu, para pemimpin kita ini telah memberikan contoh yang baik agar masyarakat

tidak perlu lagi takut dan ragu untuk divaksinasi,” ungkap Dr. dr. Hariadi.

Sebelumnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) telah menjamin keamanan

vaksin COVID-19 produksi Sinovac yang digunakan di tahap pertama program vaksinasi di

Indonesia, dengan mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization

(EUA). BPOM juga telah mengumumkan hasil efikasi berdasarkan uji klinik fase 3 di Indonesia

yang mencapai 65,3%. Angka efikasi ini lebih tinggi dari ketentuan WHO yang menetapkan syarat

minimal efikasi vaksin COVID-19 sebesar 50%.

Dr. dr. Hariadi melanjutkan bahwa isu efikasi erat kaitannya dengan seroconversion.

“Seroconversion itu adalah seberapa jauh tubuh kita mampu bereaksi terhadap vaksin.

seroconversion bukan ditentukan oleh kualitas vaksin, tapi oleh kondisi tubuh seseorang. Ada

orang-orang yang tubuhnya tidak mampu membentuk antibodi, sehingga sebagus apapun vaksin

yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap tubuh mereka.”

Ia menambahkan bahwa faktor kualitas rantai dingin (cold chain), yaitu sejak vaksin tersebut

keluar dari pabrik hingga saat akan disuntikkan, juga akan menentukan baik-tidaknya kualitas

vaksin. “Pengawasan rantai dingin yang baik juga akan mempengaruhi kualitas vaksin. Vaksin

COVID-19 dari Sinovac yang kita gunakan saat ini dibuat dengan metode inactivated virus.

Indonesia telah memiliki pengalaman berpuluh tahun dalam membuat dan mengelola vaksin

dengan model seperti itu. Dari sisi produksi, saya yakin produsen kita sudah siap dan

berpengalaman. Sedangkan dari sisi distribusi, infrastruktur kita juga sudah siap karena suhu

penyimpanan vaksin harus dijaga di 2-8 derajat Celsius. Puskesmas dan dinas kesehatan provinsi kita sudah punya yang namanya rantai dingin itu tadi, yaitu lemari es, freezer dan alat lainnya yang mampu menjaga suhu di 2-8 derajat Celsius sehingga tidak perlu investasi

tambahan.”


Sebagai upaya bersama membebaskan masyarakat Indonesia dari pandemi, Dr. dr. Hariadi

menekankan bahwa program vaksinasi bertahap ini membutuhkan partisipasi semua pihak,

termasuk tenaga kesehatan yang menjadi kelompok pertama yang akan divaksinasi. “Saya

mengajak seluruh masyarakat, terutama para tenaga kesehatan, untuk ikut divaksinasi. Karena

vaksinasi ini tidak hanya melindungi diri kita, tapi juga keluarga dan lingkungan, serta masyarakat

luas. Percayalah bahwa pemerintah pasti sudah memilih yang terbaik untuk kita. Jangan sampai

kita menjadi sumber penularan virus COVID-19, tapi jadilah pemutus rantai penularan tersebut,”

pesan Dr dr Hariadi.


Di akhir perbincangan, beliau berpesan agar masyarakat tetap menjaga 3M: memakai masker,

mencuci tangan, dan menjaga jarak. “Penyelesaian masalah pandemi ini tidak hanya dengan

vaksin saja, namun tetap harus didukung dengan penerapan protokol kesehatan. Vaksin tidak

menggantikan protokol kesehatan, tapi berjalan bersama,” tutupnya. (mar)


Komentar Anda

Terkini