Korupsi Rp 398 Juta, Mantan Kades Nangis Bacakan Pledoi, Sebut Dirinya Dijebak

Jumat, 20 November 2020 / 20.42

Sidang virtual kasus dugaan korupsi dana desa di PN Medan.

MEDAN, KLIKMETRO - Bahtra Solin (46) selaku Mantan Kepala Desa Mahala, Kecamatan Tinada, Kabupaten Pakpak Bharat, terdakwa pekara korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 398 juta lebih, pasang jurus nangis saat membacakan nota pembelaan (Pledoi) di hadapan majelis Hakim yang diketuai Jarihat Simarmata dalam sidang yang digelar secara online, di ruang cakra 8 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, kemarin Kamis (19/11/2020) sore

"Dalam masalah ini saya hanya pasrah saja karena tidak mungkin saya bisa melawan penegak hukum. Kalau boleh saya memohon dalam persidangan ini tentu sudah dapat digambarkan apa yang terjadi di lapangan, kalau pun saya harus dihukum mohon saya dihukum yang mulia yang seringan-ringannya, karena saya tulang punggung keluarga yang masih mempunyai tanggung jawab terhadap masa depan anak-anak saya yang masih sekolah," katanya suara parau sambil terisak-isak.

Terdakwa pun mengaku menyesal atas perbuatannya dan berharap majelis hakim dapat meringankan hukuman nanti. "Saya sangat menyesali, kekeliruan serta kelalaian akibat perbuatan yang sudah saya lakukan ini yang mulia" katanya.

Dalam pembelaannya, Bahtra mengungkapkan bahwa ia tidak mengerti atas pembelaan hukum terhadap dirinya, termasuk apa-apa yang dibuat oleh pendamping hukumnya.

"Sangat berbeda dengan yang di pengadilan. Yang dibacakan di kejaksaan memang disiapkan oleh JPU sedangkan di pengadilan oleh keluarga saya," katanya.

Selain itu ia juga menjelaskan pokok persoalan tersebut, hingga menjadi masalah hukum karena ia berbeda pandangan dengan sekertaris desanya.

"Belakang terakhir saya tidak sejalan dengan sekretaris desa saya, ini terjadi menjelang pemilihan kepala desa. Selanjutnya terbukti sejak 2012 sampai 2016 kami tidak sejalan dan akibat kami tidak sejalan akhirnya merembet sampai SPJ, dimana sekretaris desa saya Berutu telah bersumpah sampai mati dia tidak akan mau menandatangani SPJ saya, hal itu diungkapkan di depan forum pada saat seluruh aparat Desa Mahala diundang untuk mediasi," katanya.

Dikatakannya memang ada upaya dari pihak kecamatan hingga anggota DPRD Pakpak Bharat untuk melakukan mediasi, namun hubungannya dengan sekretaris desa tetap tidak menemukan titik terang.

"Tapi Berutu tetap tidak mau menandatangani SPJ tersebut, yang intinya saya harus dihancurkan. Saya pun mengganti sekretaris desa tapi menurut camat tidak bisa. Dalam mediasi ulang saya disuruh untuk menandatangani surat pernyataan yang ternyata akhirnya menjebak saya, padahal pada saat itu semua pihak berjanji akan membantu menyelesaikan SPJ tersebut," ucapnya.

Akhir 2016 lanjutnya, tepatnya sejak sekretaris desa tidak mau menandatangani SPJ, disebutkannya anggaran untuk Desa Mahala tidak ada lagi sampai akhir 2018.

"Tetapi saya tidak mengundurkan diri, pemerintah desa tetap jalan. Semua saya lakukan karena tanggungjawab moral saya sebagai kepala desa yang dipilih oleh masyarakat, dan semua atasan saya berjanji akan membantu melakukan proses pencairan tahap berikutnya, jadi intinya saya percaya uang yang sudah saya keluarkan akan diganti nantinya walaupun sama sekali nihil," katanya.

Terdakwa kemudian melakukan pembelaan, terhadap Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anita Apriani yang mengatakan, bahwa akibat perbuatan Bahtra selaku Kepala Desa Mahala Tahun Anggaran 2016 mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 398 juta lebih, sebagaimana Laporan Hasil Audit Investigatif Inspektorat Kabupaten Pakpak Bharat.

"Tentang kerugian negara yang dibebankan kepada saya, saya ingin menyampaikan semua proyek tidak ada yang fiktif, sedangkan dipanggil jaksa saja saya tetap hadir. Saya tidak ditangkap, saya dipanggil sebagai saksi, tapi sorenya saya langsung ditahan. Selama ditahan, saya tidak pernah dibawa ke lapangan untuk menunjukkan dimana saja kerugian yang timbul," katanya.

Sebelumnya JPU menuntut terdakwa Bahtra dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan penjara denda sebesar Rp100 juta subsidair selama 3 bulan kurungan.

Selain itu, JPU juga membebankan terdakwa membayar uang pengganti  Rp 398.354.550,15 paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Sementara mengutip Dakwaan JPU, Anita Apriani mengatakan bahwa terhadap Penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) pada Desa Mahala yang tidak direalisasikan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan Tahun Anggaran 2016, telah digunakan terdakwa Bahtra untuk kepentingan pribadinya.

"Sehingga memperkaya terdakwa atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Bahwa perbuatan Terdakwa adalah perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Jaksa

Dikatakan jaksa lagi, adapun kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni kegiatan operasional perkantoran, kegiatan operasional BPD, kegiatan pembuatan RPJM desa, penyusunan RKP desa dan penyusunan APB desa.

"Kegiatan rehab jalan desa Kutta Delleng. Kegiatan perkerasan jalan dan parit semen. Pertanggungjawaban yang tumpang tindih pada Perkerasan jalan dan parit semen, Pembangunan Parit Semen (Dusun Rahib)," pungkas JPU.(put)

Komentar Anda

Terkini