KPCPEN selenggarakan Dialog Produktif bertajuk Daya Ungkit Perekonomian Bangkit. |
JAKARTA, KLIKMETRO.COM - Upaya memulihkan perekonomian nasional yang terdampak oleh pandemi COVID-19 di 2020 terus diupayakan. Selain melalui program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah melihat perlu mendorong konsumsi masyarkat agar sector industri nasional terus bergerak sehingga lapangan pekerjaan pun tercipta kembali.
Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Menteri Koordinator
Perekonomian menyampaikan, “Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih
yang menjadi tertinggi dengan menyumbang 57,6% Produk Domestik Bruto (PDB),
kedua adalah PMTB (investasi) 31,6%, artinya memang kalau mengejar pertumbuhan
ekonomi fokus di konsumsi rumah tangga dan investasi,” ungkapnya dalam acara
Dialog Produktif bertajuk Daya Ungkit Ekonomi Bangkit, yang diselenggarakan
oleh KPCPEN dan tayang di FMB9ID_IKP, Selasa (16/2/2021).
“Yang kita andalkan menjadi key driver bagi pertumbuhan
ekonomi 2021 pastinya mendorong konsumsi rumah tangga, bagaimana kita
meningkatkan daya beli bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah dengan
menggulirkan program-program jaringan keamanan sosial, dan membangun
kepercayaan diri masyarakat ekonomi menengah ke atas untuk kembali berbelanja. 2021
juga momentum untuk mendorong investasi,” tegas Susiwijono.
Beberapa indikator ekonomi makro Indonesia menunjukkan
beberapa sinyal positif. Hampir semua komoditi mengalami perbaikan, beberapa
industri sudah mulai bergerak, impor bahan baku dan barang modal memasuki
kuartal IV 2020 trennya mulai meningkat tinggi. “Sehingga kami berharap ini menjadi indikasi
sektor riil kita mulai bergerak. Beberapa komoditas terutama minyak kelapa
sawit dan beberapa produk tambang di pasar internasional harganya cukup bagus,
sehingga ekspor kita cukup kuat. Apabila disimpulkan, di 2021 pemerintah sangat
optimis perekonomian akan pulih,” terang Susiwijono.
Lebih lanjut lagi, Susiwijono menjelaskan, “Di sisi supply,
memang banyak sektor yang terpukul, sektor manufaktur misalnya berkontribusi
19,8% bagi perindustrian, sehingga kita fokus di industry ini karena multiply
effect akan besar sekali, terkait ketenagakerjaan,” terang Susiwijono.
Pemerintah pun meluncurkan paket kebijakan relaksasi Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk
mendorong industri otomotif. Selain karena industri ini terdampak cukup dalam, di
sisi lain multiply effect dari industri ini cukup besar karena sektor
pendukungnya juga cukup banyak.
“Diharapkan kebijakan ini menurunkan harga kendaraan
bermotor, dan meningkatkan pembelian kendaraan bermotor. Skemanya yakni
pemberian insentif fiskal PPnBM ditanggung pemerintah yang ditargetkan berlaku
1 Maret 2021 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2021,” terang
Susiwijono.
Pernyataan ini diperkuat juga oleh Piter Abdullah, Pengamat
Ekonomi, “Program ini akan memanfaatkan daya beli di masyarakat yang masih ada.
Saya mendukung kebijakan ini, dalam rangka mendorong permintaan (demand).
Kebijakan ini cukup tepat apabila menyasar kelompok masyarakat ekonomi menengah
ke atas. Kalau kita kembalikan daya belinya, efeknya akan sangat besar bagi
pertumbuhan demand kita,”
Untuk diketahui, PPnBM direncanakan akan dilakukan bertahap
dan peraturannya akan direvisi dan dievaluasi setiap tiga bulan. Selain itu,
kebijakan PPnBM juga direncanakan akan berjalan dengan kebijakan fiskal yang
lain.
“Menko Perekonomian juga telah bersurat kepada Kemenkeu, OJK
dan BI karena melihat skema pembelian kendaraan bermotor di masyarakat sebagian
besar melalui kredit. Nantinya juga beberapa kebijakan yang lain akan
mengiringi kebijakan PPnBM ini,” terang Susiwijono.
“Seperti yang disampaikan tadi, memang tujuannya untuk
meningkatkan konsumsi, dan pilihan untuk mendorong pembelian otomotif
pengaruhnya baik dampaknya dari hulu sampai hilir sangat besar. Ini membantu
industri otomotif mampu bertahan sampai menunggu pandemi berakhir. Tentu dengan
catatan nantinya kebijakan ini bisa diperluas, tidak hanya menyasar kelompok ekonomi
menengah ke bawah. Secara keseluruhan saya mengapresiasi kebijakan ini karena dengan
adanya konsumsi yang kembali tumbuh akan menggerakkan industri sehingga memunculkan
kembali lapangan kerja,” tutup Piter Abdullah. (rel/mar)