Korupsi Pembangunan Jembatan, Kades dan Bendahara Divonis 4 Tahun Penjara

Selasa, 27 Juli 2021 / 19.46

Suasana sidang di Pengadilan Tipikor Medan dengan terdakwa yang mengikuti secara daring.

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Kades Salabulan, Lebih Tarigan dan Mantan Bendahara Desa, Fransiskus Valentino, akhirnya menelan pil pahit. Pasalnya ke 2 terdakwa perkara.

Korupsi pembangunan jembatan yang menghubungkan Dusun II dan Dusun III Desa Salabulan, Kecamatan Sibolangit divonis Majelis Hakim Tipikor PN Medan dengan hukuman masing-masing 4 penjara.

Tidak hanya pidana penjara, majelis hakim yang diketuai Mohammad Yusafrihadi Girsang, juga menghukum kedua terdakwa membayar denda Rp 200 juta, subsidar 3 bulan kurungan.

Selain itu, putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Tipikor, Muhammad Yusafrihadi Girsang juga menjatuhkan hukuman membayar uang pengganti kepada Lebih Tarigan sebesar Rp107 juta subsidair 1 tahun dan 6 bulan kurungan. 

Sedangkan kepada Fransiskus Valentino dibebankan membayar uang pengganti Rp50 juta subsidair 1 tahun dan 6 bulan kurungan. 

Apabila tidak sanggup membayar diganti pidana penjara 1 tahun 6 bulan," ujar Majelis Hakim Tipikor Muhammad Yusafrihadi Girsang yang menghadirkan ke 2 terdakwa secara daring dari Ruang Tipikor PN Medan, Senin (26/7/2021).

Menurut Majelis Hakim kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dikatakan Majelis Hakim,ada pun yang memberatkan hukuman ke 2 terdakwa adalah karna ke 2 terdakwa, tidak membantu program pemerintah tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan yang meringankan, kedua terdakwa berlaku sopan, tidak berbelit-belit selama proses persidangan.

"Putusan ini, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Resky Pradhana Romli  yang meminta supaya kedua terdakwa dihukum 4 tahun 10 bulan penjara,"bilang Majelis Hakim.

Usai membacakan putusan Majelis Hakim, memberi kesempatan kepada terdakwa, untuk menerima, pikir-pikir maupun banding. Selantutnya Majelis Hakum menutup sidang.

Sementara itu, dalam sidang sebelumnya JPU Resky Pradhana Romli menghadirkan Rukiyati, selaku pendamping warga Dusun II dan III.

Dalam kesaksiannya, Rukiyati mengatakan warga mengusulkan agar  dibangun jembatan untuk menghubungkan antar dusun dengan panjang 12 meter dan lebar 3 meter.

Namun dalam perjalanannya pembangunan sempat tertunda hingga tahun 2019, karena ada bencana longsor pada Desember 2017, sehingga jembatan tersebut tidak bisa dipergunakan.

Namun, saat ingin mengadukan masalah tersebut, kata Rukiyati Kantor Desa Salabulan malah tutup selama setahun.

"Jadi warga yang berharap adanya pembangunan jembatan kecewa karena belum siap. Tak sampai disitu ketika didatangi ke kantor desa mempertanyakan penyelesaian jembatan kantor desanya malah tutup setahun pada 2019," ucapnya.

Mendapati jawaban tersebut, Ketua Majelis Hakim Tipikor, Mohammad Yusafrihadi Girsang pun mempertegas apa benar itu, kantor desa tutup selama setahun.

"Iya karena saat datang ke kantor ada dua kali dalam seminggu, kantornya tutup," tegas saksi.

Sementara itu, saksi lainnya yakni Maradona selaku pendamping desa, dalam persidangan mengatakan ia dilibatkan hanya sebatas pada perencanaannya saja. Sekaitan masalah teknis di lapangan, dirinya mengaku sama sekali tidak dilibatkan.

Ia pun mengatakan sempat menanyakan terkait tidak siapnya pengerjaan jembatan itu langsung kepada kepala desa, akan tetapi tidak ada jawaban.

Sementara itu, saksi lainnya yakni Aladin Sembiring yang merupakan Kaur Pembangunan Desa Salabulan tahun 2017 dan Antonius Sembiring Kaur Pembangunan Desa 2019, menyebutkan bahwa rancangan dan pelaksanaan memang ada akan tetapi pekerjaan tidak siap.

Sementara itu, Antonius mengakui bahwa dirinya memang diminta untuk menandatangi Ekscavator senilai Rp 60 Juta, supaya pengerjaan selesai. Akan tetapi alat berat yang dimaksud tidak pernah ada.

Mendengar keterangan para saksi tersebut, Ketua Majelis Hakim mempertanyakan kenapa tidak dilakukan perhitungan secara matang terkait pembangunan jembatan tersebut.

"Ini uang negara jangan dibuat-buat main," cetus hakim ketua.

Mendengar itu Aladin dan Antonius pun hanya bisa tertunduk saat ditegur majelis hakim.

Sementara itu, terdakwa Lebih Tarigan yang mengikuti sidang secara daring, menyangkal bahwa kantor Desa tutup selama setahun.

"Buka kok majelis hakim, baru diresmikan oleh Bupati Deli Serdang," ucapnya.

Sementara itu, dalam dakwaan Jaksa menyebutkan bahwa perbuatan para terdakwa diperkirakan telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp 258.604.923.(put)

Komentar Anda

Terkini