Predator Seksual Dituntut Hukuman Rendah, Siswi SMP Trauma dan Malu Sekolah

Minggu, 07 Agustus 2022 / 21.11

Ilustrasi pencabulan anak di bawah umur. (f-ist)

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur yang dialami Bunga (15), warga Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, tampaknya kurang mendapat keadilan. 

Hal itu lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Medan, Rabu lalu (3/8) hanya memberikan tuntutan 6 tahun 3 bulan kepada terdakwa berinisial R (24) yang melakukan pencabulan terhadap korban yang merupakan siswi SMP kelas dua tersebut. 

Terkait hal ini, pihak keluarga korban mengaku kecewa dan menilai tuntutan hukuman yang diberikan JPU tergolong rendah dan belum maksimal. 

"Kami berharap pelaku yang merupakan predator seksual dihukum berat, paling tidak tuntutannya 12 tahun penjara. Karena pelaku sudah melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dan merusak masa depan keponakan kami yang sampai sekarang masih trauma dan takut sekolah. Semoga hakim jeli melihat kasus ini dan menjatuhkan vonis 12 atau 10 tahun penjara agar menjadi efek jera bagi pelaku predator seksual lainnya ,"kata paman korban yang ditemui awak media, Minggu (7/8). 

Dipaparkan pria keturunan hindia ini, kasus yang dialami ponakannya diketahui pada bulan Januari lalu setelah gadis remaja itu 3 hari tak pulang. Pihak keluarga lalu berinisiatif memviralkan kehilangan Bunga melalui media sosial facebook. Besoknya, Bunga pulang. Wajahnya tampak muram dan kerap termenung. 

Ibu korban yang curiga pun menanyakan kepada putrinya apa yang sudah dialami selama 3 hari tak pulang. Bunga yang tampak tak ingin menutupi apa yang sudah dialaminya berterus terang dirinya dibawa R ke Kampung Lalang. Disana R memuaskan hasrat seksualnya dengan menyetubuhi gadis belia itu. 

"Ponakanku bilang dia seolah dihipnotis mengikuti saja maunya pelaku. Memang mereka saling kenal dan dekat, karena R ini merupakan kawan pamannya korban dan sering nginap di rumah neneknya,"jelas kerabat korban lagi sembari menunjukkan surat laporan polisi dan surat perkembangan hasil penyidikan dari Polrestabes Medan. 

Berdasarkan pengaduan korban, pihak keluaga pun melapor ke Polrestabes Medan tertanggal 19 Januari dan melakukan visum. Selanjutnya pada April lalu, pelaku R ditangkap dan kasus ini masuk ke ranah pengadilan. 

Menurut keluarga korban, proses sidang di Pengadilan Negeri Medan berlangsung cepat. Hanya 2 kali sidang digelar, langsung masuk tuntutan. 

"Sidang pertama pada 21 Juli lalu tentang kesaksian korban. Kemudian dijadwalkan pekan mendatang (28/7) sidang berikutnya mendengar keterangan terdakwa. Disini kami disampaikan oleh pihak pengadilan tak perlu datang ke persidangan. Lalu saya dapat kabar, sidangnya ditunda. 

Kemudian di minggu berikutnya (3/8), sidangnya sudah langsung tuntutan. Kami menilai tuntutan hukuman yang diberikan jaksa sangat rendah hanya 6 tahun 3 bulan. Kuatirnya kami pada sidang putusan nanti, vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa 3 atau 4 tahun saja. 

Kami berharap sekali kepada majelis hakim agar jeli menilai kasus pencabulan anak di bawah umur ini. Diberinya hukuman tinggi kepada predator seksual agar memberikan efek jera dan tidak ada lagi korban anak-anak di bawah umur. Kita pun tak ingin terjadi seperti ini, berusaha menjaga anak sebaik-baiknya. Mereka hanya anak-anak yang masih lugu dan polos, selayaknya orang dewasa menjaga batasan dan tidak memanfaatkan kepolosan anak-anak dibawah umur,"harap paman korban.

Pengamat Hukum : Tuntutan Rendah Cederai Rasa Keadilan Korban

Menurut pengamat Hukum, Siska Barimbing SH terkait kasus pencabulan terhadap Bunga (bukan nama sebenarnya) usia15 tahun dimana terdakwa didakwa dengan Pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D Subs 82 Ayat (1) Jo 76E UU RI  No. 35 Tahun 2014  Tentang Perubahan  Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak  yang ancaman hukumannya pidana penjara 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Ancaman pidana yang diatur dalam pasal yang didakwakan sebenarnya telah cukup berat, namun kerap kali Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hanya separuh dari ancaman pidana maksimal. 

Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahkan hanya menuntut kurang dari separuh  ancaman pidana maksimal, hal ini tentunya mencederai rasa keadilan bagi korban. Dengan kondisi Indonesia yang saat ini sedang mengalami darurat kekerasan seksual dimana berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sepanjang Januari 2022 ada 797 anak yang menjadi korban kekerasan seksual dan pada tahun 2021 lalu yang mencapai 8.730 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Terbitnya UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual sudah menjadi masalah yang sangat besar bangi bangsa Indonesia.  

"Pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak harus menjadi perhatian besar dari pemerintah dan penegak hukum. Oleh karenanya penegak hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan sampai Pengadilan mempunyai peranan besar untuk memperbaiki kondisi  ini dengan melakukan proses penyidikan, penuntutan dan peradilan yang memberikan rasa keadilan bagi korban,"kata Siska Barimbing pada media ini, Minggu (7/8/2022).

Dia menambahkan, banyak tuntutan atas kasus kekerasan seksual atau pencabulan belum menjatuhkan denda pada terdakwa, padahal korban sangat membutuhkan pemulihan. "Akibatnya keluarga menanggung biaya pemulihan korban. Namun masalah akan semakin besar ketika keluarga tidak mampu, akhirnya penanganan kepada korban tidak tuntas,"imbuhnya lagi.

Dia menilai tuntutan terhadap terdakwa dalam perkara yang dialami Bunga cukup rendah dan mencederai rasa keadilan bagi korban. Satu-satunya harapan akan keadilan ada pada  Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini. 

"Kita sangat berharap agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana di atas tuntutan JPU, sehingga korban mendapatkan keadilan dan juga menjadi preseden baik kedepannya dalam penangangan hukum bagi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Selain mencederai rasa keadilan bagi korban, tuntutan JPU juga tidak mendukung program pemerintah untuk melindungi anak Indonesia dari Kekerasan Seksual,"tegasnya seraya mengingatkan tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia saat ini seharusnya menjadi perhatian JPU dengan memberikan tuntutan yang tinggi pada terdakwa dan bukan malah menuntut ringan seperti perkara ini. (mar)

Komentar Anda

Terkini