Angka Prevelensi Masih Tinggi, Pemprov Sumut Fokus Tekan Stunting pada Balita

Jumat, 23 September 2022 / 23.14

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Sumu Hery Valona Bonatua Ambarita.(f-ist)

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Angka prevelensi balita stunting di Sumatera Utara (Sumut) berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 masih menjadi perhatian khusus secara nasional. Untuk itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) tengah berfokus pada upaya penurunan angka stunting.

Seperti diketahui dari data SSGI 2021 untuk kabupaten kota di Sumut, angka prevelensi balita stunting 5 kabupaten kota tertinggi terdapat di Kabupaten Mandailing Natal yakni 47,7 persen, Kabupaten Padang Lawas 42 persen, Pakpak Bharat 40,8 persen, Nias Selatan 36,7 persen, dan Nias Utara 34,4 persen.

Terkait dengan hal itu Kepala Dinkes Sumut melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Hery Valona Bonatua Ambarita mengatakan progres data Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (E-PPGBM) masih perlu penguatan dalam peningkatannya. "Untuk progres update data E-PPGBM di SIGIZITERPADU untuk Sumatera Utara masih di bawah 85 persen. Perlu penguatan untuk meningkatkan progres update data penimbangan dan pengukuran sehingga data status gizi khususnya dapat tergambarkan," kata Hery Valona, Jumat (23/9/2022).

Adapun rincinya, progres data E-PPGBM sampai dengan triwulan II tahun 2022, sasaran riil balita di Sumut terhitung 1.1118.529 jiwa dengan sasaran proyeksi 1.346.655 jiwa. Kemudian sebanyak 899.866 atau 66,8 persen balita dari sasaran proyeksi yang di-entry-kan dalam E-PPGBM atau 80,5 persen dari sasaran riil. Artinya, dari 899.866 balita yang di-entry masih sekitar 623.394 atau 69,3 persen yang tergambarkan status gizinya.

Melihat itu, Kabid Kesmas Dinkes Sumut mengemukakan setidaknya ada intervensi gizi baik secara spesifik maupun sensitif dengan indikator-indikator yang tertarget. "Ada 9 indikator intervensi gizi spesifik dengan kontribusi 30 persen dan 11 indikator intervensi gizi sensitif kontribusi 70 persen," tambahnya.

Adapun intervensi gizi spesifik terdapat 3 indikator sebelum kelahiran bayi yakni, remaja putri mengkonsumsi tablet tambah darah (TTD), ibu hamil mengkonsumsi 90 tablet TTD, dan pada ibu hamil kurang energi kronik (KEK) mendapat tambahan asupan gizi.

Sementara setelah lahiran, bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif, anak usia 6-23 bulan mendapat makanan pendamping ASI, balita dipantau pertumbuhan dan perkembangannya, balita gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi. Kemudian balita gizi buruk mendapat tata pelayanan gizi buruk dan balita juga harus mendapat imunisasi dasar lengkap.

Sedangkan intervensi gizi sensitif ada 11 indikator yaitu, pelayanan KB pascapersalinan, kehamilan yang tidak diinginkan, cakupan calon pasangan usia subur memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian pelayanan nikah, rumah tangga mendapat akses air minum layak, dan 112,9 juta penduduk menjadi penerima jaminan bantuan iuran JKN.

Kemudian untuk keluarga berisiko stunting mendapat pendampingan, 10 juta keluarga miskin dan rentan mendapat bantuan tunai bersyarat, 70 persen target sasaran punya pemahaman yang baik soal stunting, 15,6 juta keluarga miskin dan rentan menerima bantuan sosial pangan, dan 90 persen desa kelurahan tidak membuang air besar sembarangan.

Dengan intervensi baik secara spesifik yang menunjukkan penyebab langsung maupun intervensi sensitif yang tidak langsung, upaya penekanan stunting pada balita di Sumut perlahan tapi terukur dapat dikendalikan. 

Seperti diketahui dari SSGI tahun 2021 angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen, hal itu menurun 6,4 persen dari angka 30,8 persen pada tahun 2018. Pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi stunting hingga 14 persen di tahun 2024. Artinya, secara nasional harus diturunkan prevalensi sebesar 10,4 persen dalam beberapa tahun ke depan. Dan Sumut juga menjadi bagian prioritas dalam penekanan stunting khususnya pada balita.(sit)

Komentar Anda

Terkini