Ilustrasi. (ft-ist) |
MEDAN, KLIKMETRO.COM - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APMP2KB) Kota Medan ajak orangtua untuk melakukan antisipasi tindakan kekerasan pada anak, baik kekerasan seksual melalui cyberbullying maupun kekerasan fisik.
Undang-undang Nomor.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak juga mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak, untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkret untuk memulihkan kembali fisik, psikis, dan sosial anak korban dan atau anak pelaku kejahatan.
Hal tersebut, perlu dilakukan untuk mengantisipasi anak korban dan atau anak pelaku kejahatan dikemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama.
Plh Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak, Perlindungan Perempuan, Perlindungan Khusus Anak Dinas pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana Kota Medan, Torang H Siregar, SSos mengatakan, setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
"Bullying juga dapat kita artikan penindasan, perundungan atau pengintimidasian adalah salah satu bentuk tindakan sosial yang membuat seseorang merasa terancam dan penuh dengan keterpaksaan. Bullying saat ini masih kerap terjadi dan menimbulkan trauma sampai kematian seseorang," ujarnya, Rabu (13/11/2024).
Menurutnya, kekerasan terhadap anak merupakan kasus yang harus ditangani secara komprehensif. Berbagai solusi dan upaya terus dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam mengatasi masalah ini yakni melakukan sosialisasi dan memberikan edukasi mengenai jenis-jenis kekerasan terhadap anak.Di antaranya, kekerasan fisik, kekerasan emosional, penelantaran, perlakuan salah, eksploitasi, kekerasan dan eksploitasi seksual.
Torang juga menyebutkan, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual seringkali mengalami trauma, dan mereka cenderung menyimpan rahasia karena tidak ingin diketahui atau mendapatkan ancaman dari pelaku.
"Ajarkan kepada anak-anak untuk membedakan apa rahasia yang baik dan apa rahasia yang buruk. Setiap hal yang membuat mereka tidak nyaman, gusar, ketakutan atau sedih, tidak boleh dirahasiakan," ujar Torang.
Ketika anak-anak menjadi korban pelecehan, lanjutnya, mereka cenderung menjadi pemalu, rendah diri, dan menyalahkan diri sendiri.
"Orangtua harus terbuka membicarakan masalah kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual. Pastikan anak-anak mengerti kepada siapa mereka harus mengadu ketika mengalami hal yang tidak menyenangkan. Orang tua harus mengerti Ketika ada yang berubah dengan perilaku anaknya," tegas Torang.
Selain itu, lanjut Torang , anak-anak harus diberi pemahaman siapa saja yang patut dipercaya dan mampu memberikan perlindungan, misalnya pihak sekolah, kepolisian, Satgas Perlindungan Perempuan Anak, PATBM di kecamatan dan Lembaga lainnya.
"Anak-anak juga harus diberi pemahaman agar berani melaporkan jika ada orang lain tiba-tiba suka memberi 'hadiah'. Atau meminta untuk menyimpan rahasia, dan sering mengajak pergi berdua tanpa tujuan yang jelas," kata Torang.
Jika terjadi kekerasan terhadap anak, silakan hubungi Unit Pelayanan Tekhnis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Medan, Jalan Jenderal AH Nasution No.17 Medan Johor. (mar)