Nelayan di Belawan Kesulitan Peroleh BBM Subsidi

Sabtu, 14 November 2020 / 15.05

Nelayan tradisional. Ft/ist

MEDAN, KLIKMETRO – Nasib nelayan tradisional semakin miris, khususnya di kawasan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Tak hanya tangkapan ikan yang makin sulit diperoleh, namun juga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi untuk operasional mereka, semakin sulit didapat.

Padahal selayaknya, BBM subsidi ini diperuntukkan bagi masyarakat kecil, termasuk nelayan tradisional. Tapi lagi-lagi kondisi para nelayan makin nelangsa karena kalah bersaing dengan nelayan modren, maupun kapal-kapal besar yang banyak memuat hasil tangkapan ikan di laut.

Ketua DPD Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia (DPD KNTI) Kota Medan, M Isa Albasir mengatakan, para nelayan khususnya yang berada di kawasan Bagan Deli dan sekitarnya, sejak 5 tahun terakhir, tidak ada lagi stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) yang beroperasi melayani pembelian solar bersubsidi untuk nelayan tradisional dengan kapasitas kapal 5 GT ke bawah “Dulu ada 6 sampai 7 SPBN di sekitar sini, tapi sekarang sudah gak lagi,” kata Isa Albasir.

Dikatakannya, salah satu SPBN di Bagan Deli yang pertengahan tahun lalu sempat buka. Tapi hanya beroperasi sekitar sebulan dan kemudian ditutup kembali. “Jadi sekarang ini sudah gak ada SPBN untuk nelayan tradisional,” paparnya.

Karena ketiadaan SPBN yang menjual solar bersubsidi, para nelayan tradisional terpaksa membeli ke pengecer yang perbedaan harganya sangat jauh. Bila di SPBN, solar bersubsidi dapat dibeli dengan harga Rp5.150 per liter.

Bila di pengecer, nelayan harus membeli dengan harga Rp7.000 sampai Rp7.500 per liternya. Kondisi ini kian mempersulit kehidupan nelayan tradisional. Mereka saat ini terus tergerus karena kalah bersaing dengan nelayan modern dan kapal-kapal besar yang semakin bebas.

Basir mengaku sudah menyampaikan persoalan ini ke berbagai pihak. Mulai dari Dinas Perikanan Kota Medan dan Sumut. Juga ke Pertamina. Sebab, ada ribuan nelayan tradisional yang hidup di kawasan ini. Dan, 2.400 orang di antaranya terdata sebagai anggota KNTI.

“Ternyata persoalannya bukan ada di Dinas Perikanan atau Pertamina tetapi ada di BPH Migas, yang mengatur soal ini. Terakhir dalam zoom meeting sudah saya sampaikan kepada Direktur BPH Migas soal persoalan ini tapi sampai sekarang tidak ada tindaklanjutnya,” ujarnya.

Salah seorang nelayan Herianto (58) mengatakan, untuk pergi melaut, dengan kapan non GT yang mereka bawa setidaknya membutuhkan 5 liter solar. Ditambah keperluan makan, maka setidaknya butuh Rp 50 ribu untuk modal pergi ke laut menangkap ikan atau udang dan hasil laut lain. “Dengan modal segitu, kadang hasil yang dibawa cuma laku Rp 70 ribu,” ungkapnya. (smt/int)

Komentar Anda

Terkini