Pengakuan Mantan Kapuskesmas di Langkat, Pungli Dana BOK di Dinkes Sudah Lama Terjadi

Rabu, 28 Juli 2021 / 04.57

Mantan Kapuskesmas Desa Teluk dr Hj Evi Diana saat diminta keterangan oleh majelis hakim PN Medan.

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Mantan Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Desa Teluk, Kabupaten Langkat, dr Hj Evi Diana mengungkapkan pemotongan dana Biaya Operasional Kesehatan (BOK) di setiap Puskesmas atau UPT di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara sudah berlangsung lama.

"Sudah berlangsung lama terjadi pemotongan dana BOK di Langkat. Bukan hanya di puskesmas yang saya pimpin saja, tapi juga di puskesmas lainny," ucap Evi Diana saat dimintai keterangan selaku terdakwa dalam persidangan yang berlangsung di Cakra 5 Pengadilan Negeri Medan, Selasa (27/7/2021).

Dihadapan Ketua Majelis Hakim, Jarihat Simarmata serta Anggota Majelis Hakim, Syafril Batubara dan Felix Da Lopez, Evi mengatakan bahwa ada oknum pejabat di Dinkes Kabupaten Langkat yang turut menerima uang pungutan liar (pungli) dana BOK di Puskesmas tersebut di 3 Tahun Anggaran (TA).

Lantas Hakim anggota Felix Da Lopez spontan mececar nama oknum pejabat di Dinkes Kabupaten Langkat dimaksud.

Menurut Bendahara Puskesmas yang diutusnya mengantarkan setoran tersebut, oknumnya adalah Kabag Keuangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat saat itu bernama Hamid.

"Ke bagian keuangan bernama Hamid Rizal," cetusnya.

Mendengar hal tersebut, hakim lantas menyentil jaksa dari Kejari Langkat.

"Tidak perlu kita ajari itu Pak jaksanya. Sudah tahu mereka itu apa yang harus diperbuatnya," timpal Hakim Felix Da Lopez sembari melirik tim JPU dari menyusul munculnya nama Hamid di persidangan.

Selain itu Evi mengaku tidak bisa menolak kebiasaan pungli tersebut, setelah berbincang-bincang dengan bendahara lama yakni Siti Syarifah.

Dikatakannya, Bendahara Siti Syarifah kembali meneruskan 'kebiasaan' pungutan sebesar 40 persen biaya transportasi dari mata anggaran BOK Puskesmas TA 2017 saat ia baru menjabat.

Siti kembali menjelaskan, untuk TA 2018 dan 2019, biaya transportasi per triwulan ditransfer ke rekening para bidan desa dan pegawai lainnya. Mereka kemudian menyetorkan 40 persen kepada Bendahara yang baru, Muhammad Ridwan.

"Tidak ada memang rapat soal kutipan 40 persen itu dan para pegawai di puskesmas juga sudah tahu dan tidak ada yang komplain ke Saya. Tapi begitu pun kepada bendahara saya pesankan kalau ada yang keberatan dikutip, jangan dipaksakan,"ujarnya menambahkan.

"Saya juga ikut dipotong (biaya transportasi) Yang Mulia. Kalau untuk Dinkes Saya siap Yang Mulia. Ada memang sisa pungutan dipegang bendahara. Sebagian disisihkan untuk biaya taktis Saya sebagai Kapuskesmas," bilangnya.

Usai memeriksa terdakwa Hakim ketua Jarihat Simarmata pun melanjutkan persidangan 2 pekan mendatang dengan agenda mendengarkan tuntutan JPU. 

Sementara itu di luar arena sidang terdakwa mengaku merasa terzolimi karena menjadi terdakwa dalam perkara ini.

"Udah pasti merasa terzolimi, inisiasinya dia (Siti Syarifa). Saya kan baru (menjabat) meneruskan aja," ucapnya.

Sementara mengutip dakwaan Jaksa menyebutkan, pungli uang transportasi tahun 2017 hingga 2019 total Rp 229.510.000. 

Kutipan di tahun 2017 sebesar Rp 77.080.000, 2018 (Rp 34.160.000+Rp 41.160.000) dan 2019 (Rp 77.110.000).

Dikatakan Jaksa pengutipan uang transport tenaga kesehatan pelaksana kegiatan BOK tahun 2017, 2018, 2019, itu dipergunakan terdakwa untuk operasional puskesmas serta terdakwa gunakan pribadi untuk dana taktis.

Terdakwa Evi Diana dijerat dengan dakwaan primair, pidana Pasal 12 huruf f UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Subsidair, Pasal 11 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.(put)

Komentar Anda

Terkini