Bahrumsyah: Persoalan Sampah Harus Ditangani Secara Profesional

Minggu, 09 April 2023 / 21.06

Wakil Ketua DPRD Medan H.T. Bahrumsyah menyelenggarakan sosialisasi ke IV Tahun Anggaran 2023 produk hukum daerah Perda Kota Medan Nomor 6 tahun 2015 tentang Pengelolaan Persampahan di Medan Belawan dan Medan Timur. (ft-ist)

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Wakil Ketua DPRD Kota Medan, T. Bahrumsyah, mengatakan persoalan sampah harus ditangani secara profesional. Di mana, Pemkot Medan harus melakukan pengelolaan sampah mulai dari sampah rumah tangga, sampah lingkungan, sampah kelurahan hingga sampai Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Selain Pemkot, masyarakat juga punya tanggung jawab menjaga kebersihan di lingkungan masing-masing,” kata Bahrumsyah, saat menyelenggarakan sosialisasi ke IV Tahun Anggaran 2023 produk hukum daerah Perda Kota Medan Nomor 6 tahun 2015 tentang Pengelolaan Persampahan di dua lokasi berbeda, Minggu (9/4/2023).

Kedua lokasi itu, yakni di Jalan Ciliwung, Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan dan di Jalan Alfalah Raya, Kelurahan Glugur Darat II, Kecamatan Medan Timur.

Perda Nomor 6 tahun 2015, kata Bahrumsyah, merupakan salah satu poin bagi Pemkot Medan untuk menangani sampah secara profesional. “Di dalam Perda ada retribusi. Retribusi itu diberikan masyarakat kepada pemerintah dalam mengelola persampahan,” katanya. 

Prinsip-prinsip retribusi itu, sebut Bahrumsyah, adalah Pemkot Medan harus memberikan pelayanan dalam pengelolaan persampahan. “Artinya, setelah pelayanan baik, maka retribusi dapat dikutip. Intinya, bagaimana Pemkot Medan berupaya menjemput sampah sampai ke rumah warga,” sebutnya.

Kemudian, sambung Ketua DPD PAN Kota Medan itu, menyiapkan Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah yang baik di sekitar rumah warga. “Dari TPS diantar ke TPA. Di TPA itu, sampah harus benar-benar dikelola secara profesional menurut aturan hukum yang ada,” katanya.

Fakta di lapangan, tambah legislator asal Dapil II itu, masih banyak muncul persoalan. Seperti di Medan Utara, banyak akses jalan tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat (mobil), sehingga sampah tidak bisa dikutip atau diangkut oleh Pemkot Medan. 

“Akhirnya, masyarakat membuang sampah sembarangan. Akibatnya, sampah menumpuk di jalanan serta dibuang ke sungai dan paluh-paluh. “Persoalan lain, hanya beberapa tempat atau lokasi saja yang punya rumah tangga Wajib Retribusi Sampah (WRS),” katanya.

Belum profesionalnya penanganan sampah di Kota Medan, menurut Bahrumsyah, di sebabkan beberapa hal, seperti masih kurang maksimalnya Pemkot Medan dalam menangani retribusi.

“Objek retribusi itu sangat minimal, karena masih banyak rumah-rumah warga berada di gang-gang kecil. Bahkan, becak saja tidak bisa masuk. Kondisi ini membuat Pemkot Medan kewalahan menanganinya,” katanya.

Kemudian, lanjut Bahrumsyah, jumlah TPS tidak sebanding dengan jumlah rumah warga, sehingga membuat TPS cepat penuh. “TPS yang di tempatkan juga banyak mengganggu daerah-daerah pemukiman, sehingga menimbulkan bau tidak sedap dan penyakit,” ujarnya.

Soal TPA, Bahrumsyah, menilai TPA Terjun di Medan Marelan sudah krodit dan pengelolaan sampah yang di lakukan melanggar aturan. “Pengelolaan sampah yang benar adalah sistem sanitary landfill, sementara kita masih memakai open dumping. Open dumping itu sebuah pengelolaan sampah yang tidak boleh direkomendasi, apalagi untuk sebuah kota besar,” ungkapnya.

Artinya, kata Bahrumsyah, pengelolaan sampah di TPA Terjun sudah tidak layak. “Medan Marelan itu termasuk daerah yang bersentuhan dengan air, karena air pasang sudah sampai ke wilayah itu. Kalau air pasang, tentunya sampah akan dibawa air. Setelah pasang, masuk lagi ke pemukiman warga. Begitu-begitu sajalah selalu soal sampah yang ada di Medan Utara ini,” ungkapnya.

Bahrumsyah berharap, Pemkot Medan segera merelokasi TPA dan tidak boleh lagi di utara. TPA itu harus berada di daerah pegunungan (daerah selatan, red), sehingga ketika sudah dikelola dengan baik menjadi kompos, maka akan dipakai para petani sebagai pupuk. 

“Jadi, tidak heran kenapa Pemkot Medan selama lima tahun lebih ini tidak mendapatkan Adipura, di karenakan cara pengolahan sampahnya masih melanggar aturan tentang lingkungan hidup. Artinya, poin tertinggi untuk adipura itu di sampah (kebersihan), baru pendidikan dan kesehatan,” sebutnya.

Diketahui, Perda Nomor 6 tahun 2015 tentang Pengelolaan Persampahan yang terdiri dari XXVII Bab dan 37 Pasal itu jelas disebutkan tentang aturannya, baik reward maupun sanksi pidana.

Dalam Pasal 32, kata Bahrumsyah, tertera aturan bagi setiap orang atau badan di Kota Medan dilarang membuang sampah sembarangan, menyelenggarakan pengelolaan sampah tanpa seizin Wali Kota dan menimbun sampah atau pendauran ulang sampah yang berakibat kerusakan lingkungan.

Sedangkan Pasal 35, tambah Bahrumsyah, diatur soal ketentuan pidana, yakni setiap orang yang melanggar ketentuan di pidana kurungan 3 bulan atau denda Rp10 juta. Sedangkan untuk suatu badan yang melanggar ketentuan di pidana kurungan 6 bulan atau denda Rp50 juta.

“Meski sudah ada aturan dan sanksi pidana, namun masih ada saja orang atau badan yang melakukan pelanggaran Perda tersebut,” ujar legislator asal Dapil II meliputi meliputi Kecamatan Medan Deli, Marelan, Belawan dan Medan Labuhan itu. (mar)

Komentar Anda

Terkini