USU Fokus Akuisisi Kebun Tabuyung, Penguatan Aset Universitas

Selasa, 16 September 2025 / 18.29

‎Wakil Rektor V USU, Prof. Dr. Luhut Sihombing.(ft-humas)

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Universitas Sumatera Utara (USU) menegaskan komitmen penuh untuk mengembalikan lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Tabuyung, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, sebagai bagian dari aset universitas. Pernyataan ini disampaikan Wakil Rektor V USU, Prof. Dr. Luhut Sihombing, guna meluruskan berbagai isu miring yang berkembang di masyarakat terkait keberadaan lahan tersebut.

‎Prof. Luhut menegaskan bahwa isu dugaan korupsi maupun penggelapan aset yang dikaitkan dengan pimpinan universitas sama sekali tidak benar. Sebaliknya, di bawah kepemimpinan Rektor Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., USU justru sedang berupaya serius mengakuisisi kembali lahan perkebunan seluas 5.557 hektare agar dapat dicatatkan secara resmi dalam neraca aset universitas. Upaya ini juga merupakan salah satu program kerja strategis yang telah disampaikan Rektor sejak awal masa kepemimpinannya.

‎Dalam prosesnya, USU telah menjalin koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk memastikan seluruh aspek hukum terpenuhi. Hal ini penting mengingat lahan tersebut memiliki sejarah panjang dan kompleksitas hukum sejak awal keberadaannya. Lahan Tabuyung berasal dari program pemerintah melalui Land Grant College pada tahun 1998 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan akademik sekaligus menjadi sumber pendanaan tambahan bagi universitas. Untuk memenuhi persyaratan program tersebut, USU saat itu membentuk Koperasi Produsen Pengembangan Universitas Sumatera Utara (KPP USU) dengan anggota yang terdiri dari dosen dan tenaga kependidikan.

‎Sejak tahun 2011, KPP USU menggandeng PT Asian Agri Lestari untuk mengelola perkebunan melalui perusahaan joint venture bernama PT Usaha Sawit Unggul. Dalam kerja sama tersebut, KPP USU memiliki 15 persen saham, sedangkan Asian Agri memegang 85 persen saham. Dinamika sosial dan hukum terus mewarnai perjalanan lahan tersebut, termasuk konflik yang muncul pada tahun 2012 antara KPP USU dengan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. Pada saat itu, posisi hukum KPP USU sebagai koperasi dipertegas sehingga segala urusan, termasuk pengajuan kredit ke bank, menjadi tanggung jawab pengurus koperasi.

‎Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Luhut menekankan bahwa pengajuan kredit senilai Rp 228 miliar ke Bank BNI pada tahun 2023 adalah sepenuhnya urusan internal KPP USU, bukan Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu, isu yang mengaitkan pejabat universitas dengan kredit tersebut adalah keliru. Fokus USU, jelasnya, hanyalah pada bagaimana lahan itu dapat kembali tercatat sebagai aset universitas.

‎Saat ini, upaya akuisisi melalui pendekatan kekeluargaan dengan pengurus KPP USU berjalan baik. Para pengurus koperasi bahkan menyambut positif rencana agar lahan Tabuyung dicatatkan kembali sebagai aset universitas. Namun, karena mayoritas saham dimiliki oleh Asian Agri, diperlukan langkah lanjutan untuk menyelesaikan proses akuisisi secara menyeluruh.

‎Prof. Luhut menyayangkan adanya pihak-pihak yang menggiring opini seolah-olah pejabat USU terlibat dalam penyimpangan atau bahkan menerima keuntungan pribadi. 

‎Ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar. “USU tidak pernah mencampuri urusan kredit. Komitmen kami jelas, yaitu memperjuangkan agar lahan tersebut kembali ke pangkuan universitas demi kepentingan akademik dan keberlanjutan tridarma perguruan tinggi,” tegasnya.

‎Universitas Sumatera Utara berharap klarifikasi ini dapat memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat mengenai sejarah, status hukum, dan arah kebijakan universitas terkait Kebun Tabuyung. Seluruh langkah yang ditempuh USU adalah untuk kepentingan institusi dan kontribusi nyata bagi pembangunan pendidikan di Sumatera Utara. (vs)

Komentar Anda

Terkini