![]() |
| Sidang kasus dugaan korupsi Dinas PUPR Sumut di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (5/11/2025). (ft-ist) |
MEDAN, KLIKMETRO.COM - Kasus dugaan suap proyek infrastruktur jalan di Sumatera Utara (Sumut) yang menyeret nama mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, memasuki babak baru.
Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Rabu (5/11/2025), jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi membacakan tuntutan terhadap dua rekanan Topan yang disebut ikut terlibat dalam praktik suap tersebut.
Kedua terdakwa itu adalah Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG), dan anaknya, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan, Direktur PT Rona Na Mora (RNM).
Mereka dituntut dengan hukuman penjara antara 2,5 hingga 3 tahun, disertai denda ratusan juta rupiah.
Dalam tuntutannya, JPU Eko Wahyu menyampaikan bahwa terdakwa Kirun dijatuhi tuntutan pidana 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta, dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan. Sementara sang anak, Rayhan, dituntut 2 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Muhammad Akhirun Piliang selama tiga tahun penjara dan kepada Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang selama dua tahun enam bulan penjara," ujar Eko di hadapan majelis hakim yang diketuai Khamozaro Waruwu, Rabu (5/11/2025).
Dalam pertimbangan jaksa, keduanya dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)-hal ini menjadi faktor yang memberatkan tuntutan.
Namun, di sisi lain, terdapat beberapa hal yang meringankan hukuman, seperti sikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum sebelumnya, bersikap kooperatif, serta menyesali perbuatan mereka.
Jaksa juga mempertimbangkan bahwa Rayhan masih muda dan memiliki tanggungan keluarga, sehingga layak mendapatkan pertimbangan khusus dari majelis hakim.
Dalam dakwaan yang dibacakan sebelumnya, kedua terdakwa disebut memberikan suap kepada Topan Obaja Putra Ginting dan sejumlah pejabat di Dinas PUPR Sumut agar dimenangkan dalam lelang dua proyek jalan strategis.
Suap yang diberikan mencapai Rp4 miliar, dengan tujuan memenangkan proyek Jalan Sipiongot-Batas Labuhanbatu senilai Rp96 miliar, serta Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan anggaran Rp61,8 miliar.
Perbuatan itu dinilai memenuhi unsur pelanggaran Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa dan tim penasihat hukumnya untuk menyampaikan nota pembelaan (pleidoi). Sidang lanjutan dijadwalkan pada Rabu, 12 November 2025 mendatang.
Majelis hakim menegaskan bahwa pembelaan tersebut akan menjadi pertimbangan penting sebelum menjatuhkan putusan akhir terhadap dua terdakwa yang menjadi bagian dari pusaran kasus operasi tangkap tangan (OTT) proyek jalan di Sumatera Utara itu.
Kasus ini berawal dari OTT KPK yang dilakukan pada awal tahun 2025. Dalam operasi tersebut, penyidik KPK berhasil mengamankan sejumlah pihak, termasuk pejabat dinas, kontraktor, dan perantara.
Kasus ini menyoroti praktik jual beli proyek pemerintah daerah, khususnya di sektor pembangunan infrastruktur yang menelan anggaran besar. (mt/red)
