Bagi-bagi Uang Tangkapan Lepas, Nama Kapolrestabes Medan Disebut

Rabu, 12 Januari 2022 / 20.30

Suasana sidang di Pengadilan Negeri Medan saat para terdakwa yang merupakan oknum Polri diminta keterangan oleh majelis hakim. (f-dok/klikmetro)

MEDAN, KLIKMETRO.COM - Sidang lanjutan perkara dugaan pencurian sebesar Rp 650 juta dari dalam tas yang terletak di plafon asbes dari dalam rumah Imayanti dan Jusuf alias Jus yang disebut- sebut bandar narkotika jenis sabu dengan  5 orang terdakwa dari  Satres Narkoba Polrestabes Medan kembali digelar.

Adapun ke 5 terdakwa dalam perkara ini yakni Matredy Naibaho, Toto Hartono, Dudi Efni, dan Marjuki Ritonga (berkas terpisah) serta Ricardo Siahaan. Namun  pada sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan hanya menghadirkan seorang terdakwa yakni Rikardo Siahaan untuk dimintai keterangannya.

Dalam persidangan yang berlangsung di Ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan, terdakwa Rikardo Siahaan kepada Majelis Hakim diketuai Ulina Marbun mengaku, bahwa 1 butir pil ekstasi dalam tas miliknya, merupakan hasil pancing beli dari target yang bernama Doger. 

"Waktu itu saya beli narkotika jenis pil ekstasi seharga Rp 150 ribu yang mulia. Jadi pil pil ekstasi itu, saya beli dari Doger warga Jalan S Parman Gang Pasir," kata Ricardo Siahaan saat memberi kesaksian secara virtual, Selasa (11/2/2022).

Menjawab pertanyaan Majelis Hakim, Ricardo mengatakan sebagai polisi dirinya berwenang untuk menyimpan narkotika hasil pancing selama masih berlaku surat tugas. 

Selain itu Ricardo juga menyebutkan kalau 1 butir pil ekstasi hasil pancing yang belinya pada tanggal 16 tersebut, tidak diserahkan ke kantornya dikarenakan banyaknya kegiatannya.

"Karena masih banyak kegiatan, makanya belum diantar ke kantor yang mulia, tapi sudah ada dilaporkan secara lisan kepada Katim dan Panit," ucapnya.

Ketika Majelis Hakim kembali mencecar pertanyaan, kenapa ia tak menangkap Doger, dengan jelas Ricardo kembali menjelaskan, kalau ia memang sengaja tidak menangkap Doger, karena ingin membeli narkotika tersebut lebih banyak lagi.

"Karena saya sudah janji kapada Doger akan membeli 1.000 butir pil ekstasi, dan saya janjikan dalam tiga hari kemudian yang mulia,"bilang Ricardo menambahkan.

"Izin yang mulia, saya pernah pancing beli 1 kg narkotika jenis sabu, tapi orang itu tidak saya tangkap. Namun setelah itu, saya  kembali pesan sabu 15 Kg, nah disitu baru saya tangkap bersama tim,"tambah Ricardo.

"Apakah cara-cara seperti itu dibenarkan, atau tidak,"tanya Majelis Hakim.

Mendengar pertanyaan itu Ricardo sempat tersenyum dan lalu menjawab."Dikatakan salah gak juga, dikatakan benar gak juga,tapi memang begitulah cara kita agar dapat tangkapan yang lebih besar lagi. Jadi dengan cara menyamar sebagai pembeli kita selalu berhasil,"jelas Ricardo.

Setelah mendengar penjelasan Ricardo, Majelis Hakim kembali bertanya tentang di sekitaran Hotel Capital Building Medan yang telah ditunggu oleh personil dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.

Menjawab pertanyaan Majelis Hakim Ricardo kembali menjelaskan bahwa padatanggal 16 Juni 2021, dirinya bersama ke rekannya ditelepon Kasat Satres  narkoba Polrestabes Kompol Oloan Siahaan supaya datang ke Hotel Capital Building Medan di Room 701.

Karena dipanggil atasannya, Ricardo langsung ke Room 701 memenuhi perintah Kasat Satres Narkoba Polrestabes Kompol Oloan Siahaan supaya datang ke Hotel Capital Building Medan di Room 701.

Namun setiba di sana, sudah ada 4 orang personil dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri di dalam Hotel Capital Building Medan di Room 701, dan disitu terdakwa Ricardo diinterogasi.

"Di Hotel Capital Building Medan di Room 701, saya  melihat Kanit Satres Narkoba AKP Paul Simamora terlihat bercucuran keringat, wajahnya pucat. Istilah orang Medan, 'lagi tinggi' Yang Mulia," sebutnya.

Selanjutnya senjata pistol dan ponsel terdakwa diminta petugas dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri. Lalu seluruh badan digeledah dan di interogasi. Didalam kamar Hotel Capital Building di Room 701 tersebut juga ada Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan Kompol Oloan Siahaan.

Kepada Majelis Hakim, Ricardo juga mengaku sempat dilakukan tes urine dan hasilnya negatif. Sedangkan dua tingkat di atasnya yakni AKP Paul Simamora, positif.

Setelah 4 hari menjalani interogasi, terdakwa Ricardo, Paul Simamora, Iptu Toto Hartono sebagai Kepala Unit (Panit), Aiptu Dudi Efni selaku Kepala Tim (Katim) Aiptu Matredy Naibaho dan Marjuki Ritonga kemudian diproses di Ditreskrimum dan Ditresnarkoba Polda Sumut.

"Setelah kami ditahan, selama seminggu kemudian AKP Paul Simamora dilepaskan," ucap terdakwa Ricardo.

Menjawab pertanyaan dari H.M Rusdi SH, MH didampingi Ronny Perdana Manullang, SH selaku penasehat hukumnya, Ricardo menuturkan dirinya ada mengeluarkan uang pribadi untuk perdamaian. 

"Ada keluar sebesar Rp 500 juta, untuk uang perdamaian," ucapnya.

Ketika kembali ditanya oleh H.M Rusdi keterangan mana yang benar, apakah  keterangan Imayanti saat menjadi saksi di persidangan sebelumnya ataukah keterangan terdakwa yang benar. Dengan tegas terdakwa Ricardo mengatakan bahwa keterangannya yang benar. 

"Keterangan saya Pak," ucapnya.

Nah di dalam persidangan tersebut terdakwa Ricardo juga menjawab pertanyaan Penasehat Hukumnya Rusdi mengenai uang tangkap lepas sebesar Rp 300 juta yang dibagi-bagikan

"Uang hasil tangkap lepas diduga tersangka Imayanti apa benar telah dibagikan? Dan  Kasat Kompol Oloan Siahaan menerima Rp 150 juta, Kanit AKP Paul Edison Simamora menerima Rp.40 juta dan tidak ada disita oleh personil Paminal Mabes Polri,"tanya Rusdi.

"Benar Pak, uang hasil tangkap lepas dari terduga tersangka Imayanti sebesar Rp300 juta telah dibagikan-bagikan Kasat Resnarkoba Kompol Oloan Siahaan menerima Rp 150 juta, Kanit AKP Paul Edison Simamora menerima Rp.40 juta,"bilang terdakwa Ricardo.

"Sedangkan menurut pengakuan Kompol Oloan Siahaan, atas perintah Kapolrestabes Medan Kombes Rico Sunarko sisa uang hasil tangkap lepas sejumlah Rp 75 juta, telah digunakan untuk membayar Pers Rilis Wasrik dan pembelian 1 unit sepeda motor kepada Babinsa Koramil Tembung sebagai hadiah mengungkap penangkapan ganja, apakah itu benar,"tanya Penasehat Hukum terdakwa kembali.

Lagi-lagi dengan tegas, Ricardo langsung mengatakan benar. "Benar pak, sisa uang tangkap lepas dari Imayanti sebesar Rp.75 juta atas perintah Kapolrestabes Medan Kombes Rico digunakan untuk membayar Pers Rilis Wasrik dan Pembelian 1 unit sepeda motor untuk Babinsa Koramil Tembung sebagai hadiah mengungkap penangkapan ganja,"jawab Terdakwa Ricardo dengan tegas.

Sedangkan Personil Paminal Mabes Polri juga menyita uang dari anggota dari Panit Iptu Toto Hartono sejumlah Rp. 15 juta, Katim Aiptu Dudi Efni sejumlah Rp 5 juta, Aipda Matredy Naibaho sejumlah Rp 3 juta. Bripka Rikardo Siahaan sejumlah Rp 3 juta, Briptu Marzuki Ritonga sejumlah Rp 3 juta dan lalu diserahkan kepada pihak Propam Poldasu.

Uang anggota yang disita Personil Paminal Mabes Polri lalu dibagi, yang mana Aiptu Dekora Siregar (Penyidik Pembantu) menerima Rp 5 juta, Aipda Nani Mulyani (Penyidik Pembantu) menerima Rp 5 juta. Bripka Rudi Saputra (Penyidik Pembantu) menerima Rp 5 juta.

"Perbuatan tangkap lepas itu telah selesai diproses dengan sidang kode etik di propam Poldasu, namun tidak ada dipidanakan," tanya Rusdi kepada Ricardo.

Dengan suara jelas dan tegas beberapa kali Ricardo menjawab betul dan benar. "Betul Pak," tegas Ricardo menjawab pertanyan Rusdi.

Berikutnya setelah mendengarkan keterangan terdakwa Ricardo majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan. "Sidang ini kita tunda,"kata majelis hakimUlina Marbun sembari mengetukkan palunya.

Sebelumnya, dari dakwaan JPU diketahui, bahwa terungkapnya perkara ini pada 23 Juni 2021 Imayanti melalui anaknya yaitu saksi Rini Susanti membuat laporan ke Polda Sumut. Laporan itu menyatakan bahwa tim Satuan Narkoba Polrestabes Medan yang dipimpin terdakwa Didi Efni saat melakukan penggeledahan dilakukan secara melawan hukum di rumah Imayanti pada 3 Juni 2021 di mana para terdakwa telah mengambil uang dari dalam rumah Imayanti dan Jusuf alias Jus dari dua tas masing-masing berisi Rp 900 juta dan 650 juta yang terletak di plafon asbes. 

Menurut pengakuan para terdakwa tas berisi uang Rp 900 juta diserahkan ke kantor, dan uang Rp650 juta diambil terdakwa lalu dibagi-bagikan Matredy Naibaho mendapat Rp200.000.000, Ricardo Siahaan Rp100.000.000, Dudi Efni Rp100.000.000, Marjuki Ritonga Rp100.000.000, Toto Hartono sebesar Rp95.000.000, dipotong  Rp5.000.000,-untuk biaya perawatan posko.

"Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Primair Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP atau Kedua Pasal 365 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP Subsidair Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP dan Kedua Pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Ketiga Pasal 62 UU RI No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika,"kata JPU. (put)

Komentar Anda

Terkini