JPPR Sumut : Selamatkan Pemilu 2019

Kamis, 19 Juli 2018 / 15.25
JPPR Sumut dalam konfrensi pers "Selamatkan Pemilu 2019".
MEDAN, KMC - Sumatera Utara baru saja melaksanakan kedaulatan rakyat lewat pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Kini gegap gempita 2019 sudah mulai terasa, secara demokrasi Sumatera Utara telah berhasil menjalankan pasal 28 UUD 1945 yaitu kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menyampaikan pikiran baik lisan maupun tulisan. Keinginan menyampaikan pendapat tentunya tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Hal ini diungkapkan Manager Pemantauan
Jaringan Pendidikan pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sumut, Samsul Halim Ritonga dalam rilis yang diterima awak media ini, Kamis (19/7/2018).

Lanjutnya lagi, demokrasi yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi pancasila, walaupun masih dianggap dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terhadap pelbagai tafsiran serta pandangan. Salah satu syarat yang mendasar terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah Rule Of Law adalah dilaksanakannya pemilihan umum yang bebas.

Pemilihan umum merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Dalam UUD 1945, pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 menegaskan pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dalam rilis tersebut, Samsul juga menyoroti kegiatan di Kota Medan yang berlangsung tanggal 22 Juli 2018. Menurutnya hal itu merupakan hal yang wajar dan sah. "Tetapi harus dilaksanakan sesuai mekanisme perundang-undangan yang mengatur soal pemilu 2019. Pergantian kepemimpinan nasional merupakan sebuah amanah konstitusi yang dilaksanakan setiap lima tahun, kalau saat ini ada gerakan yang mengumpulkan massa untuk mengganti presiden, gerakan tersebut adalah bentuk pencideraan demokrasi dan kedaulatan rakyat Sumatera Utara,"ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, JPPR Sumatera Utara menganggap bahwa:

1. Terkait tagar 2019 Ganti Presiden, apa bila banyak pihak yang memperdebatkan masuk kategori kampanye atau bukan (abu abu) maka sebenarnya yang meresahkan masyarakat dan menjadi tugas utama dari pengawas pemilu adalah mengawasi alat peraga atau konten media yang berkaitan dengan pemilu 2019

2. Apabila ada alat peraga atau konten media yang isinya meresahkan masyarakat atau menimbulkan kerugian kepada seseorang, karena ada pihak yang berkepentingan untuk menjatuhkan orang tersebut sebelum dimulainya kontestasi pemilhan, maka tindakan tersebut telah mencederai asas-asas demokrasi.

3. Pengawas pemilu harus berfikir terhadap hal hal tersebut dan tidak bersikap normatif atau cenderung memakai kacamata kuda, demi tegaknya demokrasi dan integritas pemilu.

4. Sebagai polisi pemilu dan dengan di berikan kewenangan yang lebih oleh UU dari sebelumnya, serta posisi pengawas pemilihan yang bersifat tetap selama 5 tahun dan tidak lagi ad hoc, maka sudah saatnya para pengawas pemilu untuk berani mengambil tindakan tegas terhadap para pihak yang telah mencederai demokrasi dengan memanfaatkan lubang lubang aturan pemilu yang ada. (mr/riz)
Komentar Anda

Terkini