RKUHP Disahkan, Berbuat Zina, Kumpul Kebo Hingga Berdemo Bisa Dipidana

Selasa, 06 Desember 2022 / 22.46

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly. (f-ist)

JAKARTA, KLIKMETRO.COM - Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dikabarkan akan disahkan dalam rapat Paripurna DPR RI, yang digelar pada Selasa (6/12/2022). Rencana pengesahan itu tetap dilakukan di tengah penolakan terhadap RKUHP.

RKUHP terbaru per 30 November 2022, tetap mengatur terkait perzinaan. Hal tertuang di dalam Pasal 411. Seseorang yang melakukan perbuatan zina bisa dijatuhkan sanksi pidana paling lama satu tahun.

“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” sebagaimana tertuang dalam Pasal 411 Ayat (1), Senin (5/12/2022).

Pasal terkait perzinaan itu hanya dapat berlaku apabila adanya aduan. Berdasarkan Pasal 411 Ayat (2) pengadu hanya bisa dilakukan oleh pihak keluarga inti, dalam hal ini suami atau istri bagi orang yang telah nikah dan orang tua atau anak bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

”Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai,” tulis Pasal 411 Ayat (4).

Sementara itu, RKUHP juga mengatur terkait kumpul kebo. Hal tertuang di dalam Pasal 412. “Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi Pasal 412 Ayat (1).

Peraturan ini juga hanya bisa dijerat apabila adanya aduan dari pihak keluarga inti. Dalam hal ini, suami atau istri bagi orang yang telah nikah dan orang tua atau anak bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Pendemo Bisa Dipidana 6 Bulan Penjara

Begitu juga salah satu pasal yang dianggap kontroversial itu yakni, Pasal 256 terkait Penyelenggaraan Pawai, Unjukrasa, atau Demonstrasi. Pasal tersebut mengatur, setiap orang yang melakukan unjukrasa tanpa adanya pemberitahuan yang mengganggu kepentingan umum bisa dibipidana selama enam bulan penjara.

“Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” sebagaimana tertuang dalam Pasal 256.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan, semua lapisan masyarakat yang tidak sepakat dengan pengesahan RKUHP dipersilahkan untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Yasonna, KUHP yang ada saat ini merupakan produk Belanda yang sudah tidak relevan diterapkan di Indonesia. 

“Kalau ada perbedaan pendapat sendiri, nanti kalau sudah disahkan, gugat di MK. Itu mekanisme konstitusional,” ucap Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ketua DPP PDI Perjuangan ini menegaskan, RKUHP sudah dibahas dengan teliti dan mendapatkan masukan dari publik. Bahkan, RKUHP juga sudah disosialisasikan ke seluruh pelosok negeri.

“Ini udah dibahas dan udah disosialisasikan ke seluruh penjuru Tanah Air, seluruh stakeholder,” ujar Yasonna.

Yasonna menilai wajar, jika masih ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan revisi KUHP tersebut. Yasonna mengutarakan, seharusnya publik malu sampai saat ini Indonesia memakai hukum Belanda.

“Sudah lebih 63 tahun, malu kita sebagai bangsa memakai hukum Belanda,” pungkas Yasonna.

Yasonna menegaskan, RKUHP sudah dibahas dengan teliti dan mendapatkan masukan dari publik. Bahkan, RKUHP juga sudah disosialisasikan ke seluruh pelosok negeri.”Ini udah dibahas dan udah disosialisasikan ke seluruh penjuru Tanah Air, seluruh stakeholder,” ujar Yasonna. (int)

Komentar Anda

Terkini